Pariwisata Bali Sepi, Pengusaha Kriya Main Online sampai Nyebur ke Pertanian

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/raiza-andini-1'>RAIZA ANDINI</a>
LAPORAN: RAIZA ANDINI
  • Kamis, 12 Agustus 2021, 15:46 WIB
rmol news logo Sektor pariwisata yang menjadi tulang punggung pendapatan daerah Provinsi Bali babak belur dihantam pandemi Covid-19. Sejumlah tempat wisata sepi pengunjung, lantaran adanya kebijakan yang membatasi aktivitas masyarakat dan wisatawan.

Pantauan Kantor Berita Politik RMOL di Pulau Bali, sepanjang jalan Kuta yang biasa ramai wisatawan domestik dan mancanegara tampak sepi, hotel-hotel mewah di sepanjang jalan pun tidak nampak adanya aktivitas wisatawan.

Salah seorang pengusaha kriya di Pulau Bali, I Nyoman Suma Artha mengatakan, dampak pandemi Covid-19 ini dirasakannya cukup berat, lantaran tidak adanya wisatawan asing dan domestik yang datang berkunjung selama masa pandemi ini.

"Sangat luar biasa sekali dari dampak pandemi ini ya, jadi pertama market memag enggak ada, jadi karena adanya pembatasan orang bepergian. Kemudian pembatasan orang masuk Bali, karena Covid-19 ini bisa dibilang kami yang bergerak di pariwisata langsung lumpuh,” kata Artha ketika berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (12/8).

Dia mengatakan omzet yang didapatnya sebelum dan sesudah pandemi berbeda jauh. Sebelum pandemi, Artha bisa menghasilkan omzet dari hasil penjualan kerajinan tangan bisa mencapai Rp 20 miliar dalam setahun. Namun saat ini menurun drastis hingga 90 persen.

"Aktivitas kami kalau dilihat dari omzet penjualan itu sudah menurun hingga 90 persen. Jadi, break event aja kita merugi. Tahun 2020 itu kami merugi hampir Rp 1,5 miliar,” katanya.

Untuk dapat menggerakkan bisnisnya kembali, Artha memutar otak dengan cara mengandalkan jaringan yang dimilikinya di seluruh dunia dengan menjual produk melalui e-commerce.

"Untungnya kami ada network di seluruh dunia, yang pasar kita, itu kita genjot lagi. Di pasar luar (negeri) kami genjot inovasi e-commerce, e-marketing, kemudian pameran-pameran berbasis e-commerce," sambungnya.

Meski demikian, penjualan melalui daring terbatas pada kuantitas lantaran biaya pengirimannya juga cukup besar.

Artha memilih untuk tidak mem-PHK karyawan, hanya merumahkan sementara dengan sistem kerja bergilir atau shift. Operasional di kantornya hanya 20 persen dari biasanya. Selain itu, ia juga memutar otak dengan menggeluti usaha baru bidang pertanian.

Dia melihat, ada kesempatan di sektor pertanian untuk melakukan bisnis pengembangan, riset, dan sebagainya untuk melakukan penelitian. Kemudian dia berencana untuk melakukan ekspor produk pertanian dan juga menjualnya di website.

“Kami sudah berjalan di website dan kami juga menjual produk itu sambil berdonasi untuk masyarakat, seluruh hasil pertanian saya kelola langsung dengan bantuan relawan,” tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA