Ketua Komisi Bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh menjelaskan, pihaknya memiliki standar pedoman mengeluarkan fatwa yang sudah digunakan sejak tahun 2000-an.
"MUI dalam proses pemriksaan terkait dengan vaksin ini bukan suatu hal yang baru. Sejak tahun 2000-an MUI sudah membahas, menetapkan fatwa terkait dengan vaskin," ujar Asrorun Niam dalam acara d'Rooftalk with Alfito Deanova yang disiarkan kanal Youtube detik.com, Selasa (23/3).
Dalam proses permohonan fatwa vaksin AstraZeneca, Asrorun Niam mengatakan bahwa pihaknya menerima dua permohonan. Yaitu pertama terkait dengan sertifikasi halal untuk produk dan sertifikasi penggunaannya.
Dalam proses pengkajian sertifikasi halal produk, MUI mengacu pada mekanisme yang sudah ditetapkan dan digunakan sejak tahun 2000-an itu, dan di endorse puluhan lembaga sertifikasi halal dunia.
"Artinya, standar fatwa halal yang digunakan untuk kepentingan pemeriksaan terhadap
ingredient (bahan) vaksin produk AstraZeneca yang diproduksi di SK Bioscience Andong, Korea Selatan, menggunakan standar fatwa yang sudah baku," terang Asrorun Niam.
Bahkan, dalam proses pengkajiannya MUI mengirimkan ahli dari mikrobiologi yang ada di Lembaga Pengkajian Pangan Obat, Makanan dan Kosmetik (LPPOM) MUI untuk mempelajari data-data yang diperoleh dari Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM).
"Untuk kepentingan pemeriksaan maka dua orang tim diutus untuk melakukan pemeriksaan dan hasil pemeriksaan itu di report ke komisi fatwa. Ada hal yang ditemukan tidak sesuai standar fatwa halal, sehingga tidak bisa diproses lebih lanjut untuk kepentinga onside audit," papar Asrorun Niam.
"Dan satu-satunya data yang diberikan akses itu adalah MUI. Karena WHO hanya menyerahkannya kepada Badan POM," sambungnya.
Setelah proses sertifikasi halal tidak bisa berlanjut, maka jalan kedua yang dilakukan MUI adalah memproses permohonan fatwa mengenai penggunana vaksinnya. Di tahapan ini, MUI mengumpulkan keterangan dari Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin terkait urgensi vaksinasi, yakni untuk kepentingan memutus mata rantai penularan Covid-19. Selain itu, MUI juga meminta keterangan dari BPOM yang terkait dengan efikasi, kualitas, dan kemanaan penggunaan vaksin AstraZeneca.
"Kemudian dari produsen Sinovac yang dipresentasikan oleh Bio Farma sebagai mitra bisnisnya Sinivac yang sebelumnya sudah mengajukan fatwa halal atas produk Sinovac. Tetapi dia tidak mencukupi kebutuhannya untuk kepentingan
heard immunity (kekebalan komunal), dan juga penjelasan dari pihak AstraZeneca sendiri," bebernya.
Dalam tahapan ini, MUI juga mendapat konfirmasi dari BPOM tentang adanya penggunaan tripsin yang berasal dari pankreas babi di dalam tahapan produksi.
"Dan itu sesuai dengan standar fatwa yang sudah dimiliki sejak tahun 2000. Artinya kita punya konsistensi di dalam pedoman itu," demikiam Asrorun Niam.
BERITA TERKAIT: