Hal tersebut menjadi keputusan dari rapat koordinasi pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Surabaya Raya yang dihadiri oleh Forkopimda Jawa Timur dan Forkopimda Surabaya Raya di Gedung Negara Grahadi, Senin sore (8/6).
Dalam rakor yang dipimpin oleh Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa, juga dihadiri Pangdam V Brawijaya Mayjen TNI Widodo Iryansyah, Kapolda Jatim Irjen Fadil Imran, Wagub Emil Elestianto Dardak, Pangkoarmada II Laksama Muda Herru Kusmanto, serta Wakil Ketua DPRD Jatim Anik Maslachah.
Para kepala daerah di Surabaya Raya menyampaikan apa yang menjadi usulan dan permintaan mereka terkait penanganan Covid-19.
Walikota Surabaya Tri Rismaharini, Plt Bupati Sidoarjo Nur Ahmad Syaifuddin, serta Bupati Gresik Sambari Halim Radianto satu suara meminta agar PSBB tidak diperpanjang.
"Atas permintaan dari tiga kepala daerah di Surabaya Raya yang meminta agar PSBB tidak diperpanjang, maka Forkopimda Jatim meminta kepala daerah dan Forkopimda Surabaya Raya untuk menyiapkan peraturan Bupati dan Walikota serta menandatangani pakta integritas," kata Gubernur Khofifah.
Pakta integritas ini dibuat karena sebenarnya secara kajian epidemiologi wilayah Surabaya Raya masih belum cukup aman untuk masuk ke tahap transisi menuju New Normal.
Kajian epidemiologi dari para pakar FKM Unair menyebutkan tingkat
attack rate Covid-19 di Surabaya masih tinggi yaitu 94,1. Sedangkan untuk Kabupaten Gresik 15,8 dan untuk Kabupaten Sidoarjo 31,7.
Memang, tingkat penularan dengan indikator Bilangan Reproduksi Efektif (Rt) di kawasan Surabaya Raya sudah ada tren penurunan. Di mana Rt di kawasan Surabaya Raya saat ini adalah 1,1.
Rinciannya, Kota Surabaya mempunyai Rt 1,0 yang diikuti dengan Kabupaten Sidoarjo sebesar 1,2 dan Kabupaten Gresik sebesar 1,6.
Akan tetapi sesuai pedoman WHO dan Bappenas untuk kriteria bahwa wabah
Covid-19 di suatu daerah dalam kondisi yang terkendali, maka Rt harus di bawah 1 selama 14 hari berturut-turut.
"Item pertama dari total enam item standar WHO suatu daerah bisa mengakhiri masa restriksi dan menuju transisi New Normal, adalah penyebaran Covid-19 dalam keadaan terkontrol. Yang artinya Rt harus di bawah 1. Sedangkan saat ini seluruh kawasan Surabaya Raya belum di bawah 1, sehingga sejatinya item pertama ini belum terpenuhi dan belum aman," ulas Khofifah.
Begitu juga dengan item kedua yaitu adanya kapasitas sistem kesehatan dan kesehatan masyarakat termasuk rumah sakit tersedia (identifikasi, tes, pelacakan kontak, isolasi, dan karantina) juga belum aman. Saat ini untuk wilayah Surabaya Raya juga ketersediaan bed masih belum tercukupi dibanding pasien yang harus dilayani.
Kemudian ketiga, minimalisiasi risiko pandemik dengan asesmen risiko penularan. Keempat penegakan protokol kesehatan di fasilitas publik dan lingkungan kerja. Kelima pengelolaan kasus impor dan co-morbid (penyakit penyerta) dilakukan dengan baik, dan keenam melibatkan partisipasi dan keterlibatan publik dalam pengendalian pandemik.
"Pada dasarnya Surabaya Raya belum aman dan butuh kesabaran untuk bisa melangkah ke masa transisi menuju
New Normal. Tapi bahwa ada komitmen bersama yang tinggi dari tiga kepala daerah untuk mampu menegakkan protokol kesehatan dan tinjauan aspek sosial dan ekonomi, maka Forkopimda Jatim menyepakati untuk Surabaya Raya masuk masa transisi
New Normal untuk empat belas hari ke depan tetapi dengan menandatangani pakta integritas," urai Gubernur Khofifah.
Pakta integritas ini akan menjadi format pengawalan bersama upaya-upaya yang dilakukan Pemda kawasan Surabaya Raya dalam mencapai kondisi yang memenuhi syarat WHO untuk suatu daerah bisa menerapkan
New Normal.
Rencananya, penandatanganan pakta integritas tersebut akan dilakukan hari ini, Selasa (9/6). Hal itu setelah para pemerintah daerah di Surabaya Raya mempresentasikan Perwali dan Perbup terkait aturan untuk diberlakukan transisi menuju
New Normal.
Dalam setiap perwali dan perbup yang ada, Forkopimda Jatim meminta ada penegasan dan pendisiplinan terkait penerapan protokol kesehatan. Sebab Forkopimda Jatim tidak ingin adanya pelonggaran restriksi justru akan menyebabkan euforia di masyarakat sehingga berpotensi adanya
second wave penularan Covid-19.
BERITA TERKAIT: