Kesal Dengan Keterangan Saksi, Pengacara: Aset Terdakwa Di BPR Legian Lebih Dari Kerugian Yang Disebutkan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Kamis, 04 Juni 2020, 22:54 WIB
Kesal Dengan Keterangan Saksi, Pengacara: Aset Terdakwa Di BPR Legian Lebih Dari Kerugian Yang Disebutkan
Pengacara Titian Wilaras, Acong Latif/Net
rmol news logo Sidang kasus perbankan yang menyeret Pemilik BPR Legian Titian Wilaras, bergulir dengan agenda mendengar keterangan empat orang saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum.

Para saksi tersebut adalah para direksi di Bank BPR Legian. Mereka adalah Direktur Kepatuhan Ni Putu Dewi Wirastini, Kepala Bisnis I Gede Made Karyawan, HR dan GA manajer Andre Muliya, dan Direktur Utama Indra Wijaya.

Namun, selama berlangsungnya persidangan itu, keterangan empat orang saksi dihadapan Hakim Ketua Angeiiki Gandajani Day terkesan tidak konsisten karena selalu berubah-ubah dan tidak ada keterkaitan satu dengan yang lainnya.

Misalnya keterangan dari I Gede Made Karyawan. Dia mengatakan bahwa mendapat perintah dari terdakwa untuk mencairkan uang dari dana BDD atau biaya dibayar di muka yang kemudian ditransferkan ke rekening terdakwa.

Padahal saksi lain mengatakan, bahwa terdakwa tidak pernah memerintahkan saksi untuk mengambil uang dari BDD. Namun, saksi Made Karyawan tetap ngotot bahwa Titian memerintahkan melalui pesan WhatsApp.

"Ada nggak pesan WhatsApp-nya? Kalau ada tolong tunjukkan di muka persidangan," tanya Hakim yang dijawab saksi tidak ada karena sudah diserahkan ke pihak OJK.

Namun, pengakuan itu menjadi janggal karena dalam berita acara pemeriksaan (BAP) tidak dicantumkan bukti percakapan WhatsApp tersebut.

"Sebenarnya disini fakta hukumnya, karena tidak ada bukti. Apa lagi klien kami (Titian) memerintahkan untuk mengambil uang di BDD," tegas Acong Latif, kuasa hukum terdakwa.

"Apakah selain mengambil dari BDD, bisa uang diambil dari dana lain," tanya hakim yang dijawab saksi Dewi Wirastini dengan mengatakan bisa diambil dari dana lain.

"Terus kenapa tetap diambil dari BDD?" cecar hakim lagi yang kembali tidak dijawab para saksi.

Anehnya, saksi Indra Wijaya yang menjabat sebagai direktur utama mengatakan tidak bekerja sesuai tugas dan fungsi posisinya tersebut.

"Saya hanya status saja Dirut, aslinya yang menjalankan peran Dirut adalah Made Karyawan," katanya di muka sidang.

Sementara terdakwa Titian Wilaras saat dimintai tanggapannya terkait keterangan para saksi, dia mengakui bahwa memang tidak memiliki pengetahuan soal perbankan.

Dia juga mengatakan bahwa tidak pernah memerintah para saksi untuk mencairkan dana dari BDD. Titian mengatakan, di BPR Legian, selain sebagai pemegang saham, juga sebagai nasabah.

"BDD saja saya tidak mengerti, bagaimana saya bisa memerintahkan untuk mengambil uang dari BDD," tegas Titian.

Dia menyebutkan, total aset miliknya berupa uang dan bangunan yang diinvestasikan di BPR Legian ada sekitar Rp 90 miliar.

Pengakuan Titian terkait asetnya ini pun diamini oleh para saksi.

"Artinya uang klien kami lebih dari nilai kerugian yang disebut-sebut. Jadi saya jadi bertanya, dalam kasus ini siapa yang diuntungkan dan yang dirugikan?" tegas Acong.

Adapun kerugian yang dialami BPR Legian dalam kasus ini senilai Rp 23,1 miliar.

Hakim pun sempat bertanya kepada para saksi terkait kenapa BPR Legian sampai terjerat masalah. Hal ini tidak mendapat jawaban dari para saksi.

"Ya kalian sebagai Direksi yang tidak bisa mengelola bank, harusnya kalian yang bertanggungjawab bukan terdakwa," timpal hakim. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA