Salah satu faktornya karena pemahaman digital transformasi yang minim dan banyak penyesuaian yang harus dilakukan.
Begitu ungkap Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Padjajaran (Unpad) saat menjadi pembicara dalam acara Doctorate Business Issue Forum (Dorbis) 2018 bertema “Fintech: Peluang dan Tantangan di Era Digital Ekonomi†beberapa waktu lalu.
“Jadi yang menjadi kekhawatiran saya dan yang lain adalah jangan sampai kita ini hanya dijadikan pasar," kata Yudi dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (15/12).
Atas alasan itu, pihaknya menjalin kerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika membuka Digital Talent Scholarship. Tujuannya untuk meningkatkan ekonomi digital di Indonesia.
“Di fakultas sendiri, kami bekerja sama dengan Kominfo untuk 1000 digital talent dan insyaallah ke depannya akan ditingkatkan," ujar Yudi.
Selain itu, FEB Unpad juga telah membuka program studi untuk S1 bernama bisnis digital. Di tahun ini peminat prodi tersebut mencapai 3 ribuan lebih.
Senada dengan itu, Staf Khusus Menkominfo, Lis Sutjiati menjelaskan bahwa saat ini dunia sedang menghadapi digital revolution. Dalam era ini, internet merupakan bagian dari infrastrukturnya.
Namun masih banyak permasalahan yang menyebabkan digital revolution di Indonesia tidak berkembang.
"Kalau di lihat masalah itu melibatkan 18 kementerian untuk menyelesaikan. Jadi masalah digitalisasi bukan masalah teknologi, tapi seperti membangun satu pemerintahan baru," kata Lis.
Menurutnya, sejumlah negara maju di dunia memiliki strategi digital nasional. Bahkan tak jarang ada juga yang memiliki kementerian digital.
Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan ekonomi digital ini pemerintah tidak bekerja sendiri-sendiri. Pemerintah harus melibatkan berbagai pihak untuk menemukan solusi bersama.
"Saat ini, sudah ada sejumlah program pemerintah untuk meningkatkan geliat ekonomi digital, di antaranya adalah dengan meningkatkan jumlah teknopreneur di Indonesia," demikian Lis.
[ian]
BERITA TERKAIT: