Wakil Ketua Komite I DPD Jacob Esau Komigi mengatakan, dari berbagai temuan lapangan melalui kunjungan kerja, soal grondkaart, HPL dan tanah register merupakan sengketa pertanahan di daerah yang harus segera dibenahi.
Dalam Rapat Kerja Komite I DPD RI dengan Kementerian Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dan Badan Pengusahaan Batam (BP BATAM), Komite I mendesak pemerintah melakukan pendataan, registrasi dan pemberian hak harus berdasarkan undang-undang dan secara teknis memperhatikan kondisi tanah atau lahan bersangkutan.
Menurut Jacob, Indonesia masih menggunakan konsep doemein verklaring yang diadopsi dalam UU Pokok Agraria yang menjadi alasan negara untuk mengambil tanah-tanah yang dimiliki masyarakat umum tanpa menunjukan dokumen resmi kepemilikan. Hal itu berimplikasi pada kriminalisasi dan meningkatnya konflik agraria.
Ombudsman RI pernah mencatat sebanyak 1138 aduan terkait laporan pertanahan pada 2017 yang didominasi oleh masalah grondkaart, HPL dan tanah register.
Karena itu, terkait dengan konflik grondkaart dan HPL, Komite I mendesak pemerintah memberikan perhatian khusus dengan berperan aktif memberikan solusi yang berkepastian hukum bagi masyarakat yang terdampak.
"Grondkaart hasil dari sistem hukum kolonial tidak dikenal dalam UU Pokok Agraria. Perbedaan penafsiran grondkaart antara pemerintah atau PT KAI dengan masyarakat sudah menimbulkan konflik masyarakat di berbagai daerah. DPD RI minta pemerintah tegas selesaikan masalah ini," demikian Jacob.
[wah]
BERITA TERKAIT: