Cegah Banjir, Penebangan Hutan Kok Masih Dibiarkan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Senin, 12 November 2018, 15:59 WIB
Cegah Banjir, Penebangan Hutan <i>Kok</i> Masih Dibiarkan
Rusdianto Samawa/Net
rmol news logo Sudah kian banyak lahan dan hutan di Indonesia yang tidak bisa dijadikan penyangga air. Penebangan dan deforestasi hutan terus terjadi. Ancaman bencana alam dan banjir di depan mata.

Pemerintah harusnya inisiatif melakukan upaya penghijauan kembali dengan mengajak dan melibatkan masyarakat serta para stakeholders.

Aktivis Nelayan Tani Rusdianto Samawa menekankan, upaya serius menanami hutan kembali tidak pernah dilakukan lagi.

"Mulai sekarang, pemerintah harus mulai mengimbau masyarakat berhenti penggundulan dan merantas menebang hutan. Kita harus menanam kembali banyak pohon, karena terjadi penebangan hutan besar-besaran yang mengakibatkan musibah banjir dan pemanasan global," tuturnya, Senin (12/11).

Pembukaan lahan dan hutan untuk perkebunan kelapa sawit oleh korporasi-korporasi, menurut Rusdianto, harusnya dikurangi. Selama ini, lanjutnya, lahan-lahan dan hutan yang dieksploitasi untuk pertambangan pun kebanyakan ditinggal pergi begitu saja menjadi lahan yang tak bisa diberdayakan.

“Apalagi selama ini pepohonan di hutan digantikan oleh kelapa sawit, jagung, dan lain sebagainya, sehingga menyebabkan kerusakan besar terhadap lingkungan," jelasnya.

Rusdianto membeberkan, banjir yang merendam Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB), sejak Rabu 7 November 2018 lalu menyebabkan ribuan rumah di lima kecamatan terendam. Selain itu, beberapa wilayah di Pulau Sumbawa terancam banjir bandang akibat ratusan ribu hektar sudah menjadi lahan tandus.

Akibat banjir, masyarakat yang mengungsi dan dievakuasi ke sejumlah tempat juga tidak sedikit. Kejadian berulang, setelah musibah banjir terjadi, baru melakukan mitigasi dan pencegahan.

“Maka, harus menumbuhkan kesadaran untuk menanam kembali. Jangan biarkan hutan gundul," ujarnya.

Dia memaparkan, banjir yang melanda beberapa Kota di Nusa Tenggara Barat seperti Sumbawa, Bima, dan Dompu juga dipicu oleh keberadaan petani jagung yang merambat hutan hingga habis, tanpa ada upaya pengembalian fungsinya lagi.

Ia mengingatkan, kota Bima berada pada topografi cekungan sehingga lebih mudah diterjang banjir. Banjir yang menerjang Bima tahun lalu pada 2017 menyebabkan semua fasilitas, seperti listrik padam dan komunikasi sulit dilakukan.

“Tahun lalu juga, Bandara Bima juga sempat tak bisa digunakan karena terendam banjir. Artinya, bukti banjir itu sudah seharusnya menjadi pelajaran penting bagi pemerintah dan masyarakat agar berhentilah merantas dan menebang hutan secara serampangan,” tuturnya.

Pulau Sumbawa curah hujan tinggi beberapa hari terakhir. Banjir di Dompu pun kemungkinan disebabkan penggundulan hutan yang terjadi di kawasan tersebut.

“Sungai yang ada tidak mampu lagi menampung debit air yang melimpah sehingga membanjiri kawasan berbentuk perbukitan itu dan mengalir jauh menerjang pedesaan maupun perkotaan," ujarnya.

Dia pun menyarankan agar semua saluran berfungsi, karena intensitas hujan di Kabupaten Sumbawa saja misalnya menyentuh angka 145 mili meter (mm) per hari, atau di atas dari intensitas normal yang sebesar 100 mm.

Kekhawatirannya mengingat angka tersebut tak terpaut jauh dengan saat musibah banjir bandang yang melanda di Kota Bima tahun lalu dengan intensitas 150 mm per hari.

"Kita harus siaga," ujarnya.

Kemudian, fungsi tanggul juga banyak yang jebol lantaran sudah terlalu lama tidak direhabilitasi. Masyarakat juga buat rumah permanen di tepi sungai, bahkan menjorok ke sungai. Ini yang terjadi.

"Sekarang ini pemerintah harus mampu menggerakkan masyarakat untuk melakukan normalisasi sungai dengan catatan pemda melakukan pembebasan lahan terhadap rumah yang menjorok untuk dibongkar. Kembalikan saluran sungai sebagaimana mestinya,” tegasnya.[wid] 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA