Kalau Niat, Cabut Semua Izin 17 Pulau Reklamasi

Walau 4 Pulau Sudah Dibangun

Senin, 01 Oktober 2018, 08:23 WIB
Kalau Niat, Cabut Semua Izin 17 Pulau Reklamasi
Anies Baswedan/Net
rmol news logo Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) mendesak Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk mencabut seluruh izin 17 pulau reklamasi. Jangan hanya 13 pulau.

 Ke-13 pulau yang disetop pengerjaannya itu adalah Pulau A, B, dan E(PT Kapuk Naga In­dah). Pulau I, J, dan K (PT Pem­bangunan Jaya Ancol). Pulau M (PT Manggala Krida Yudha). Pulau O dan F (PT Jakarta Prop­ertindo). Pulau P dan Q (KEK Marunda Jakarta). Pulau H (PT Taman Harapan Indah). Pulau I (PT Jaladri Kartika Pakci).

Ada 4 pulau sudah dibangun. Yakni Pulau C dan D (PT Ka­puk Naga Indah). Pulau G ( PT Muara Wisesa Samudra). Pulau N (PT Pelindo II). Keempat pulau terbangun ini akan diatur tata ruang dan pengelolaannya sejalan dengan kepentingan masyarakat.

Aktivis KSTJ Tigor Hutapea mengingatkan Anies. Bila me­mang beneran niat, stop semua 17 izin reklamasi. Termasuk yang sudah jadi.

"Jika Pemprov DKI ingin menghentikan reklamasi, maka Gubernur seharusnya mencabut izin 17 pulau tersebut tanpa terkecuali. Meskipun empat pulau yang tidak dicabut izinnya telah terbangun. Ini semestinya bukan menjadi halangan," ujar Tigor lewat keterangan persnya, kepada Rakyat Merdeka.

Pencabutan izin persetujuan prinsip dan pembatalan kerja sama dengan pengembang, di­ingatkan Tigor, tidak serta merta secara hukum membatalkan izin pelaksanaan reklamasi. Jadi perlu ada tindakan hukum lan­jutan terhadap izin pelaksanaan reklamasi dengan melakukan pencabutan. Dengan demikian Pemerintah DKI Jakarta juga harus melakukan pencabutan atas izin pelaksanaan reklamasi yang telah diterbitkan.

Ahli Tata Kota Universitas Trisakti Nirwono Joga mewanti-wanti harus ada kelanjutan pro­gram untuk pulau yang sudah kadung dibangun. Karena tak mungkin dihancurkan. Pulau itu harus ditata ulang. Penataan wajib berkelanjutan dan berwa­wasan lingkungan.

Nirwono menyarankan, pu­lau-pulau yang sudah terlanjur dibangun dapat digunakan untuk kepentingan publik. Misalnya, Ruang Terbuka Hijau (RTH) atau hutan konservasi mangroove.

Selain itu, jika Jakarta se­rius ingin menjadi tuan rumah Olimpiade 2032, pulau-pulau ini dapat dikembangkan menjadi RTH olahraga berupa kompleks stadion olahraga baru berstandar internasional.

"Harus dijelaskan, yang sudah terbangun ini nanti mau diapakan. Misalnya dibangun hutan konser­vasi untuk memperbaiki ekosistem Pantura yang selama ini rusak," kata Nirwono saat berbincang.

Sementara tokoh nelayan Muara Angke, Diding mengata­kan, penghentian proyek rekla­masi tersebut tidak dipolitisasi atau hanya sekadar lips service. Jangan cuman menghentikan saja.Dia meminta ada solusi jangka panjang terhadap keputu­san itu, khususnya bagi nelayan yang selama ini dirugikan.

Diding yang sebelumnya melakukan gugatan clas action di tiga pengadilan di Jakarta ini meminta agar Gubernur DKI Jakarta menjadi mediator antara pihak nelayan dan pengembang soal ganti rugi.

"Dari awal nelayan itu minta ganti rugi. Bukan hanya sekadar materi. Ini masalahnya pulau sudah terbangun. Kami minta ganti kerugian. Selama ini kami kesulitan melaut karena pulau-pulau ini," ujarnya.

Pemprov DKI sejauh ini be­lum memberikan langkah nyata kepada para nelayan yang saat Pilgub lalu menyumbang suara menang 96 persen di kawasan Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara.

Sedangkan dari kalangan dewan, Ketua Fraksi Partai Nasdem DPRD DKI Jakarta Bestari Barus menilai keputu­san ini prematur dan diambil terburu-buru. Ini hanya sekadar memenuhi janji kampanye Gu­bernur Anies.

Bestari menilai, kajian Pem­prov DKI dalam keputusan ini tidak komprehensif. Harusnya Pemprov melibatkan pihak lain seperti pemerintah pusat dan para pakar lingkungan.

Padahal, ada solusi jitu terkait keberlanjutan pulau reklamasi. Misalnya bisa jadi lokasi pem­bangunan rumah tanpa uang muka (rumah DP 0 rupiah) yang sampai saat ini belum jelas juntrungannya.

"Kalau memang sangat ingin memenuhi janji kampanye, penuhi juga dong janji rumah tapak DP nol rupiah. Kalau dia cerdas atau katakanlah, bangun itu reklamasi, rumah tapaknya bangun di sana, baru betul, cerdas," ujar Bestari di gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.

Lantas apa tanggapan pengem­bang. Hampir semuanya pasrah dan mengaku tak bisa berbuat apa-apa. Misanya, PT Jakarta Propertindo yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta, peme­gang izin reklamasi Pulau O dan F.

"Intinya kami patuh kepada keputusan gubernur. Enggak ada masalah," ujar Corporate Secretary (Corsec) PT Jakarta Propertindo, Hani Sumarno.

Hal serupa dinyatakan PT Pembangunan Jaya Ancol yang merupakan pemegang izin Pulau I, J, dan K. Sama halnya dengan PT Agung Podomoro Land. Pe­rusahaan ini memiliki anak usaha PT Jaladri Kartika Pakci yang memiliki izin prinsip Pulau I.

Sebelumnya diberitakan, setelah 13 pulau reklamasi di Teluk Jakarta dihentikan pengerjaan­nya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melanjutkan pembahasan Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Raperda ini nantinya akan mengatur pemanfaatan dua pulau hasil reklamasi yang sudah jadi. Yakni Pulau C dan D. Nantinya digunakan untuk kepentingan publik.

"Saat ini Pemprov akan me­nyelesaikan Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Kemudian kita akan menyiapkan rencana tata ruang untuk masyarakat," kata Anies. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA