Presiden KSPI Said Iqbal mengungkapkan, beberapa provinsi yang akan melakukan aksi antara lain Aceh, Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Gotontalo, dan Kalimantan Selatan.
Menurutnya, khusus di Jabodetabek, aksi dipusatkan di Istana Negara dengan melibatkan kurang lebih 20 ribu orang. Sementara di daerah, aksi dipusatkan di kantor gubernur masing-masing.
"Di seluruh Indonesia aksi ini akan diikuti lebih dari seratus ribu buruh," kata Said.
Dalam aksi, para buruh menuntut kenaikan upah minimum tahun 2018 sebesar USD 50 atau setara dengan Rp 650 ribu. Selain itu, buruh menuntut agar Peraturan Pemerintah 78/2015 tentang Pengupahan dicabut.
"Kami menuntut upah naik Rp 650 ribu karena upah murah saat ini tidak relevan lagi dengan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Akibatnya daya beli menurun yang berimbas pada banyaknya pemutusan hubungan kerja di berbagai sektor," jelas Said.
Said yang juga presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) itu mengatakan, upah buruh saat ini tidak sebanding kebutuhan hidup. Contohnya untuk bayar sewa kontrakan, listrik, dan kebutuhan perumahan di Jakarta, buruh harus mengeluarkan Rp 1,3 juta. Untuk transportasi Rp 500 ribu, untuk sekali makan Rp 15 ribu. Jika sehari makan tiga kali maka sebulan Rp 1,350 juta.
"Ini belum untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lain seperti pakaian, pendidikan, dan sebagainya," beber Said.
Diperparah dengan daya beli masyarakat yang semakin turun, salah satunya akibat kenaikan harga listrik. Jika sebelumnya buruh membayar listrik sebesar Rp 200 ribu, sekarang setelah kenaikan listrik harus membayar Rp 300 ribu. Pada saat yang sama, upah buruh tidak ada kenaikan. Akibatnya, Rp 100 ribu yang biasanya bisa digunakan untuk konsumsi atau membeli barang yang lain harus digunakan untuk membayar listrik.
"Dengan kata lain, daya beli buruh turun Rp 100 ribu. Ini baru listrik, belum kenaikan harga kebutuhan yang lain. Karena itu, kenaikan upah sebesar Rp 650 ribu dilakukan agar upah pekerja menjadi layak dan daya beli buruh semakin meningkat yang akan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi," papar Said.
Tuntutan kenaikan upah juga untuk mengejar ketertinggalan dengan negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Bahkan upah di Ibu Kota Jakarta masih lebih rendah dari Karawang dan Bekasi.
"Pendapatan driver ojek online saja bisa mencapai Rp 6 juta sebulan, masak buruh terus-terusan dibayar murah. Ini tidak masuk akal," kata Said.
Sebagai pemanasan, buruh di ibu kota akan menggelar unjuk rasa di Balaikota Jakarta pada 31 Oktober nanti. Dengan estimasi akan diikuti 5.000 orang dari berbagai serikat pekerja.
"Aksi di Balaikota untuk menuntut janji kampanye Anies-Sandi agar tidak menggunakan PP 78/2015 dalam menetapkan upah minimum provinsi tahun 2018, dan menaikkan UMP DKI Jakarta sebesar kurang lebih Rp 650 ribu," demikian Said.
[wah]
BERITA TERKAIT: