Koordinator aksi BTPS, Sopyan Sauri menjelaskan aksi dilakukan terkait konflik agraria (tanah) antara masyarakat Sangiang dengan korporasi PT. Pondok Kalimaya Putih (Grend Garden).
Pemerintah kabupaten Serang, kata dia, harus mengawal proses hukum dan segera menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Pembangunan oleh pihak korporasi juga harus segera dihentikan dan masyarakat tetap bisa menempati pulau Sangiang.
"Kita tidak muluk muluk, kita itu ingin tidur nyenyak di Pulau Sangiang, tidak terusik oleh siapapun. Kami tidak ingin dikasih uang oleh perusahaan untuk bikin megah-megahan. Kita pengen tetep di hutan sangiang walaupun pulau itu hutan belantara. Itu kehidupan kami," jelasnya seperti diberitakan
RMOLBanten.com.
Sopian mengakui, sebelumnya pihak korporasi menjanjikan pekerjaan kepada warga. Walau begitu, pekerjaan tersebut tidak layak dan hanya sementara.
"Memang awalnya kita di janjikan pas mereka mau masuk itu, bahwa kita mau di pekerjakan. Pernah di pekerjakan tapi bagian lapangan udah selesai babat babat,
ngebuka hutan, kita diusir semua," ungkapnya.
Masyarakat Sangiang juga menuntut agar BPN Serang membuka data informasi status kepemilikan tanah warga dan PT. PKP.
Mereka juga mendesak Bupati Serang segera menyelesaikan persoalan sengketa pulau dan meminta Polda Banten untuk menghentikan proses pemeriksaan enam warga Sangiang atas dugaan penyerobotan lahan milik PT. PKP.
"Kami juga meminta Ombudsman RI, Komnas HAM RI agar turun tangan pada proses administrasi dan perlindungan hukum dari intimidasi."
[sam]
BERITA TERKAIT: