Entah Bagaimana Nasib Kurikulum 2013

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Selasa, 02 Mei 2017, 10:44 WIB
Entah Bagaimana Nasib Kurikulum 2013
Ilustrasi/Net
rmol news logo Arah kebijakan pendidikan nasional hingga saat ini dinilai semakin kabur dan tidak tentu arah. Dua pilar utama pendidikan yaitu kurikulum dan guru, belum mendapat perhatian yang serius.
 
"Kurikulum 2013, entah bagaimana nasibnya. Sementara Uji Kompetensi Guru 2015 dan 2016 memberikan gambaran suram, betapa kemampuan guru-guru kita belum merata, dan belum cukup memuaskan," kata Ketua Bidang Kesejahteraan Rakyat DPP PKS Fahmy Alaydroes dalam keterangan tertulis Humas DPP PKS yang diterima redaksi, Selasa (2/5). 
 
Fahmy memaparkan, merujuk hasil penelitian Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), indeks kualitas pendidikan di Indonesia berada di bawah Ethopia dan Filipina. Melalui pengukuran Right to Education Index (RTEI); dalam hal mana ada lima indikator yang menjadi bahan pertimbangan, yakni governance, availability, accessibility, acceptability, dan adaptability. Dari kelima indikator yang diukur, Indonesia menempati urutan ketujuh dengan skor 77 persen.
 
Di sisi pendidikan informal, kata dia, belum menampakkan adanya iklim yang kondusif bagi pendidikan . Alih-alih mendapatkan hal yang positif, setiap hari mereka malah mendapatkan 'asupan pelajaran' yang merusak mental dan moral mereka. 
 
"Lihat saja segala tayangan televisi, bahkan termasuk iklan-iklan komersilnya, kebanyakan adalah acara-acara yang konsumtif, tayangan sinetron yang miskin nilai dan norma, adegan-adegan yang tidak mendidik, tampilan yang kurang pantas, gaya hidup yang mewah dan hura-hura,  tayangan reality show yang sarat kehidupan konflik dan kurang pantas dipirsa apalagi oleh anak-anak kita. Belum lagi dunia internet, dengan segala kemudahannya," urainya, mengkritik. 
 
Sementara itu, elemen pendidikan yang tidak kalah pentingnya, suri keteladanan juga sudah semakin langka. Padahal keteladanan adalah media pembelajaran yang paling mudah dan paling elementer.

"Yang terlihat adalah, yang sering didengar oleh anak-anak kita adalah para pemimpin formal yang sarat masalah. Pemimpin yang tak nampak wibawa dan tak nampak kepandaiannya. Pemimpin yang arogan, sering bersikap dan berkata kasar, pemimpin yang terlibat korupsi atau narkoba atau selingkuh dengan wanita. Anak-anak kita jarang melihat dan mendengar pemimpin yang layak jadi teladan," sesalnya.[wid] 
 
 
  

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA