Masih Banyak TKI Ilegal Berangkat Ke Saudi Dan Qatar

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Senin, 01 Mei 2017, 22:27 WIB
Masih Banyak TKI Ilegal Berangkat Ke Saudi Dan Qatar
Net
rmol news logo Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay menuding pemerintah tidak serius dalam melakukan moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Timur Tengah. Buktinya, masih banyak TKI yang pergi ke negara-negara Timur Tengah untuk menjadi pekerja domestik.

Kata Saleh, para TKI itu berangkat dengan cara ilegal. Sayangnya, pemerintah seperti tidak berdaya untuk menghentikan pengiriman itu.

"Selama kunjungan kami ke Qatar dan Arab Saudi minggu lalu, Tim Pengawas Komisi IX menemukan fakta bahwa pengiriman masih terus berlanjut. Di Arab Saudi, pengiriman tenaga kerja unprosedural ada 1.200 orang di tahun 2016. Dari 1.200 itu, sebanyak 1.000 orang adalah asisten rumah tangga. Sedangkan sisanya adalah sopir," jelas mantan ketua umum PP Pemuda Muhammadiyah itu, Senin (1/5).

Saleh meyakini, pengiriman TKI secara ilegal tersebut berpotensi menimbulkan masalah kemudian hari. Masalah tersebut bisa berupa tak adanya perlindungan bagi para TKI, overstay, sampai masalah kriminal. Dia heran, mengapa pengiriman TKI ilegal ini terus terjadi. Moratorium pengiriman TKI yang berlakukan Pemerintah hanya bisa menghentikan pengiriman yang legal. Sedangkan pengiriman yang ilegal dengan berbagai modusnya terus terjadi.

Saleh pun meminta pemerintah untuk lebih tegas kepada perusahaan atau pelaku perorangan yang masih nekat mengirim TKI ke negara-negara yang diberlakukan moratorium.

"Jika tidak, ini akan menjadi masalah bagi Pemerintah di kemudian hari, terutama bagi perwakilan RI di luar negeri," jelasnya.

Untuk menyelesaikan masalah tersebut, DPR juga mendorong agar kewenangan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) diperkuat. Dalam RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN), DPR terus berupaya menguatkan peran BNP2TKI ini. Sayangnya, belum ada kesamaan sikap dengan Pemerintah, sehingga penyelesaian RUU itu masih terhambat.

"Isu itu terkait dengan pembagian kewenangan dan tanggung jawab antara Kementerian Tenaga Kerja dan BNP2TKI. Jika isu ini bisa diselesaikan, pembahasan RUU PPILN diperkirakan akan berjalan mulus," kata Saleh.

DPR menginginkan agar BNP2TKI bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Sedangkan Pemerintah masih mengusulkan agar BNP2TKI bertanggung jawab kepada presiden melalui Kemenaker. Walau sederhana, perbedaan perspektif ini dinilai berimplikasi luas.

"Kenapa tidak langsung saja ke presiden? Bukankah konstitusi dengan tegas menyatakan bahwa tugas negara adalah melindungi segenap tumpah darah Indonesia, baik di dalam maupun di luar negeri. Representasi negara dalam hal ini adalah presiden," demikian Saleh. [wah] 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA