Sosok
Nurhajizah sendiri belum begitu familiar di kancah perpolitikan Sumut. Pengusulan nama bekas calon bupati Asahan itu cukup mengejutkan, karena sebelumnya Ketua DPD Partai Hanura Sumut yang juga Wakil Ketua DPRD Sumut, Zulkifli Efendi Siregar yang digadang-gadang mengisi kursi Sumut 2. Namun, Zulkifli batal diusulkan menjadi cawagub karena ditetapkan sebagai tersangka suap oleh KPK.
Pengamat sosial politik dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Shohibul Anshor Siregar mengatakan ada tiga pase dalam pemilihan wakil gubernur pada sisa masa jabatan.
Pertama, kesepakatan partai pengusung. Dalam ketentuan UU 10/2016 partai pengusung menetapkan dua nama untuk diajukan kepada DPRD Sumut melalui Gubernur Sumut.
Shohibil meyakini, akan ada tarik-menarik di internal kelima partai pengusung pasangan Gatot Pujo Nugroho-Tengku Erry Nuradi (Ganteng), yaitu PKS, Partai Hanura, PBR, Partai Patriot, dan PKNU.
"Mereka tak bisa mengajukan sendiri-sendiri seperti yang sudah diawali oleh Hanura dengan mengajukan secara tertulis sebuah nama (
Nurhajizah). Sama seperti waktu mengajukan pasangan Ganteng, partai pengusung secara bersama mengajukan dua nama. Bedanya, waktu Pilkada mereka memasangkan dua nama (cagub dan cawagub). Kali ini mereka mengajukan dua nama untuk diadu," papar Shohibul kepada redaksi, Jumat (5/8).
Kedua, meski pun disebut partai pengusung mengajukan nama ke DPRD melalui Gubernur, secara implisit terkandung makna bahwa pengaruh Gubernur juga besar.
"Ia pastilah menginginkan seseorang yang chemistrynya paling cocok buatnya. Karena itu sebetulnya HT Erry sangat perlu proaktif," kata Shohibul.
Ketiga, voting di DPRD Sumut melalui sebuah sidang paripurna. Jelas Shohibul, memang bisa saja terjadi aklamasi. Tetapi jika berlagsung voting, ada nilai krusial lagi.
"Kita ingat banyaknya orang tersangkut suap di eksekutif dan legislatif saat ini. Bahkan ada lai kasus terbaru. Saya berharap cukuplah sudah. Jangan ada lagi tersangka baru di Sumut," tukas Shohibul.
[rus]
BERITA TERKAIT: