Hal itu seperti diutarakan Anggota Komisi II DPR RI, Dadang S. Muchtar dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (27/5).
"Petunjuk Pak Jokowi sudah benar. Mendagri tinggal menyeleksi, Perda mana saja yang bisa menghambat kemajuan atau para peminat investasi di daerah,†sambungnya.
Beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi memang meminta Mendagri agar selambat-lambatnya pada bulan Juli 2016 bisa menghapus 3.000 Peraturan Daerah (Perda) bermasalah. Menyikapi hal itu Mendagri berjanji, menargetkan dalam setiap bulan dapat mencabut sekitar 1.000 peraturan daerah yang bermasalah dan menghambat investasi.
Dadang menjelaskan, dalam mengeluarkan Perda, Pemkab/Pemkot biasanya memang hanya berorientasi pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Melalui Perda-Perda tersebut, lanjut Dadang, Pemkab/Pemkot akan menggali sumber PAD sebanyak-banyaknya tanpa memperhitungkan apakah Perda tersebut bertentangan dengan perundang-undangan di atasnya atau tidak. Termasuk, apakah menghambat investasi atau tidak.
"Perda tersebut biasanya hanya ditujukan untuk meningkatkan PAD, namun tidak berpikir secara universal atau komprehensif,†kata dia.
Dalam kaitan itulah, menurut Dadang, Mendagri bisa membentuk tim khusus untuk menentukan, Perda-Perda mana saja yang harus dicabut. Termasuk di antaranya, lanjut Dadang, adalah Perda yang menghambat pelayanan publik secara umum. Karenanya, Dadang optimistis bahwa Mendagri mampu menyelesaikan persoalan Perda tersebut dengan baik dan sesegera mungkin.
"Saya percaya Pak Tjahjo bisa menyelesaikan dengan waktu cepat. Karena saya tahu, Pak Tjahjo pekerja keras. Motornya adalah Pak Menteri,†kata Dadang.
Salah satu Perda yang bertentangan dengan UU dan dianggap menghambat investasi adalah Perda Kabupaten Indramayu Nomor 4 Tahun 2012 tentang Retribusi Perizinan Tertentu. Pertamina Refinary Unit (RU) Balongan VI berpendapat, bahwa mereka tidak dapat dikenakan kewajiban melakukan pembayaran retribusi. Alasannya, karena menurut Pasal 144 ayat (2) UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pertamina termasuk badan yang dikecualikan untuk melakukan Izin Gangguan. Akibat pengecualian tersebut, Pertamina tidak memiliki kewajiban membayar retribusi izin gangguan.
Selain Komisi II yang bermitra dengen Kemendagri, Komisi VI DPR yang membawahi bidang investasi, juga mendukung Mendagri untuk segera mencabut Perda-Perda tersebut. Termasuk di antaranya, Perda Kabupaten Indramayu Nomor 4 tahun 2012 tersebut.
Menurut Wakil Ketua Komisi VI DPR Azam Asman Natawijana, banyak keluhan dari investor di daerah terkait Perda-Perda yang menghambat kecepatan investasi. Keluhan tersebut diperoleh, melalui pengamatan langsung Komisi VI ke daerah pada saat melakukan kunjungan kerja.
"Keberadaan Perda tersebut berbahaya, karena jika tetap diberlakukan, maka investasi di daerah tidak akan tumbuh. Artinya, harapan pemerintah untuk mempercepat pertumbuhan pembangunan di daerah, tidak akan tercapai. Dengan demikian saya sependapat, kalau ingin mempercepat investasi, maka Perda tersebut harus segera dicabut. Ini penting sekali,†kata Azam.
[sam]