RUU sebagai revisi terhadap Undang-Undang Nomor13/2001 tentang haji, dan akan diputuskan di rapat paripurna pada pembukaan sidang akhir Mei 2016 mendatang.
"Kalau disetujui dan disahkan menjadi RUU inisiatif DPR diharapkan antara regulator, operator dan pengawasan bisa berjalan dengan baik, dan profesional. Hanya saja pemerintah seperti tidak siap dengan pelaksanaan RUU ini," jelas anggota Komisi VIII H. Anda dalam diskusi forum legislasi 'RUU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh' bersama Sekjen Ikatan Persaudaraan Ibadah Haji (IPHI) H. Samidin Nashir, dan Ketua Umum Rabithah Haji Indonesia H. Ade Marfuddin di Gedung DPR Jakarta, Selasa (10/5).
Ketidaksiapan pemerintah diduga karena pengelolaan keuangan haji mencapai triliunan rupiah. Dalam laporan haji tahun 2015 lalu sebesar Rp 9 triliun, namun realisasinya menjadi Rp 10,150 triliun. Sehingga ada kelebihan Rp 1,150 triliun.
"Laporannya belum selesai, tapi tetap membahas RUU ini secara paralel. Untuk itu, kalau RUU ini tidak direspon berarti pemerintah tidak memiliki keperpihakan kepada umat Islam untuk menyelenggarakan haji yang baik dan profesional," ujar politisi Partai Gerindra dari Dapil Banten tersebut.
Menurut Anda, dengan RUU itu maka Kemenag akan menjadi regulator atau pembuat kebijakan, operator dilakukan oleh Badan Penyelenggara Ibadah Haji (BPIH) dan sebagai pengawas adalah Majelis Amanah Haji (MAH).
"Anggota MAH ini terdiri dari tiga orang unsur kementerian yang memahami hukum syariah, dua orang menajer, satu orang keuangan, dan satu orang lagi ahli hukum," katanya.
Biaya Penyelenggaraan ibadah haji secara resmi Rp 34,641 juta tapi seluruh biaya yang ditanggung mencapai Rp 64 juta. Kekurangan tersebut berasal dari dana optimalisasi haji yang mencapai Rp 3,9 triliun yang berasal dari bunga dana jamaah haji.
"Memang biaya haji itu ada yang bersifat langsung dan tidak langsung dan sebelum, sedang dan setelah pemberangkatan haji," pungkas Anda.
[wah]
BERITA TERKAIT: