Dalam Surat Edaran no 721/DPB/PB.510.S4/II/2016 yang ditandatangani oleh Dirjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto itu menyebutkan SIKPI yang telah habis masa berlakunya tidak bisa diterbitkan izin baru. Sedangkan yang masih berlaku akan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sejak surat edaran diterbitkan.
Rizal yang ketua Kelompok Nelayan Budidaya Maju Bersama di Desa Kebun Ubi, Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, menuturkan, kebijakan Menteri Susi tersebut membuat mereka kebingungan memasarkan ikan hasil budidaya. Sebab, selama ini hasil panen ikan ke sentra-sentra penjualan dan kemudian diangkut kapal asing berbendera Hongkong
"Di situlah para nelayan kerapu menjual hasil budidayanya. Harga ikan kerapu tergantung nyawanya. Jika ikan mati, tidak ada harganya, sehingga harus hidup sampai ke negara tujuan, terutama Hongkong. Selama ini kami mengirimkan ikan melalui kapal asing asal Hongkong yang selalu diawasi aparat negara," katanya, Selasa (29/3) seperti dimuat
MedanBagus.Com.
Saat ini saja, kata Rizal, stok ikan kerapu siap panen di kelompoknya mencapai 100 ton. Jika hasil panen tersebut tidak dipasarkan, maka para nelayan menurutnya akan merugi kisaran Rp 8 sampai Rp 10 miliar.
"Itu belum lagi kerugian yang dialami para nelayan kelompok kami di masa-masa mendatang, karena masa panen ikan budidaya tidak serentak. Saat ini memang lagi panen raya, makanya stok ikan banyak," ujarnya.
Ia berharap, KKP meninjau kembali kebijakan tersebut hingga solusi terhadap pengangkutan ikan hasil budidaya mereka didapatkan.
[wid]
BERITA TERKAIT: