Nelayan Langkat Merugi Rp 10 Miliar, Ini Penyebabnya

Selasa, 29 Maret 2016, 09:28 WIB
Nelayan Langkat Merugi Rp 10 Miliar, Ini Penyebabnya
foto :medan bagus
rmol news logo Nelayan budidaya kerapu di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara mengaku resah dengan kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan Asing (SIKPI-A) yang dikeluarkan per 1 Februari 2016.

Dalam Surat Edaran no 721/DPB/PB.510.S4/II/2016 yang ditandatangani oleh Dirjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto itu menyebutkan SIKPI yang telah habis masa berlakunya tidak bisa diterbitkan izin baru. Sedangkan yang masih berlaku akan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sejak surat edaran diterbitkan.

Rizal yang ketua Kelompok Nelayan Budidaya Maju Bersama di Desa Kebun Ubi, Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, menuturkan, kebijakan Menteri Susi tersebut membuat mereka kebingungan memasarkan ikan hasil budidaya. Sebab, selama ini hasil panen ikan ke sentra-sentra penjualan dan kemudian diangkut kapal asing berbendera Hongkong

"Di situlah para nelayan kerapu menjual hasil budidayanya. Harga ikan kerapu tergantung nyawanya. Jika ikan mati, tidak ada harganya, sehingga harus hidup sampai ke negara tujuan, terutama Hongkong. Selama ini kami mengirimkan ikan melalui kapal asing asal Hongkong yang selalu diawasi aparat negara," katanya, Selasa (29/3) seperti dimuat MedanBagus.Com.

Saat ini saja, kata Rizal, stok ikan kerapu siap panen di kelompoknya mencapai 100 ton. Jika hasil panen tersebut tidak dipasarkan, maka para nelayan menurutnya akan merugi kisaran Rp 8 sampai Rp 10 miliar.

"Itu belum lagi kerugian yang dialami para nelayan kelompok kami di masa-masa mendatang, karena masa panen ikan budidaya tidak serentak. Saat ini memang lagi panen raya, makanya stok ikan banyak," ujarnya.

Ia berharap, KKP meninjau kembali kebijakan tersebut hingga solusi terhadap pengangkutan ikan hasil budidaya mereka didapatkan.[wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA