"14 September 2014 kami sudah layangkan kepada Kementerian Kominfo untuk memblokir, pemblokiran yang kami minta itu hanya sementara," kata Andri dalam diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu (26/3).
Menurut dia, kalau saja suratnya saat itu ditanggapi positif tak akan terjadi ledakan demonstrasi para sopir angkutan darat yang resmi seperti Selasa lalu. Sayangnya sampai saat ini, surat Dishub DKI tidak pernah direspons.
"Seumpama surat kami soal pemblokiran jasa transportasi untuk online itu dilakukan, kami sangat yakin 2016 tak akan terjadi seperti ini. Waktu itu sifatnya kami minta (diblokir) sementara agar mereka mengurus izin, setelah izinnya jelas silakan buka lagi," ujarnya.
Dia tegaskan, pemerintah DKI tidak alergi terhadap angkutan berbasis online karena akan membantu kebutuhan transportasi kota. Karena itu, DKI menyambut baik kesepakatan dalam rapat dengan pemerintah pusat yaitu diberikan waktu dua bulan bagi para pengusaha transportasi umum ilegal untuk mengurus izin-izin.
"Rentang waktu dua bulan itu merupakan kajian kami. Ternyata operator Uber dan Grab sudah melangkah (urus izin) 70 sampai 80 persen. Tinggal kami verifikasi saja soal NPWP, ada badan usaha, punya domisili perusahaan, sudahkah kerjasama untuk membuat pul, dan cukup tidak pulnya untuk menampung kendaraan," kata dia.
Ia mengaku, sejak menjabat Kepala Dinas Perhubungan ia langsung mengundang para pengusaha jasa angkutan aplikasi online untuk sosialisasi syarat perizinan.
"Pada Desember itu sangat intensif mereka upayakan. Saya bisa jamin dan berkomitmen kepada semua pihak baik Uber dan Grab dan Organda, kalau bisa jangan sampai dua bulan. Kami bantu untuk urus izin," jelas dia.
[ald]
BERITA TERKAIT: