Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mencatat, produksi barang rumah tangga, makan, minuman dan lain-lain yang dikonsumsi penduduk Jawa Barat meningkatkan produksi sampah 27.000 ton per hari.
"Ini bisa terus meningkat seiring penambahan populasi penduduk dan produksi barang rumah tangga dan non rumah tangga," kata Direktur Walhi Jawa Barat, Dadan Ramdan kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (21/2).
Dia mengatakan dari berbagai riset yang dilakukan, 60% sampah yang dihasilkan berupa sampah organik yang bisa dikompos, sementara 40 % bukan organik seperti sampah plastik, kertas, elektronik, botol, kaleng dan lain-lain.
"Oleh karenanya, sampah menjadi masalah serius jika tidak diantisipasi dari sekarang. Diperlukan kebijakan pemerintah dan pemerintah daerah dalam jangka panjang yang lebih antisipatif dan kuratif dari hulu hingga hilir," imbuh dia.
Dampak lain jika sampah tidak diurus, menurutnya, berpotensi menimbulkan ancaman bagi kesehatan dan pencemaran serta kerusakan lingkungan. Dadan mengatakan, di sisi lain, pola penanganan sampah belum berubah secara sistemik dan paradigmatik.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengacuhkan mandat UU 18/2008 tentang pengelolaan sampah, bahwa perlunya perubahan sistem dan paradigma dalam pengelolaan sampah baik aspek pencegahan dan penanganan sampah dari hulu hingga hilir.
Dia menekankan, pola penanganan sampah yang masih mengandalkan TPAS dengan pola kumpul, angkut dan buang yang dipusatkan ke suatu tempat, hanya memindahkan sampah dari satu tempat ke tempat lain.
"Pola ini terbukti menjadi bencana seperti peristiwa longsor TPA Leuwi Gajah yang menewaskan sekitar 157 orang, serta penangan di TPA-TPA lainnya di Jawa Barat yang menimbulkan masalah kerusakan lingkungan, pencemaran dan konflik sosial," demikian Dadan.
[dem]
BERITA TERKAIT: