Kasus ini bermula pada tanggal 12 Januari 2016 pukul 20.15 WIB di rumah perawat DS yang terletak di kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Waktu itu, FH dan keluarga meminta agar ditolong karena FH sudah mau melahirkan.
DS pun langsung melakukan pemeriksaan dan ternyata bayinya cukup besar. Ia pun menganjurkan untuk dirujuk ke RS terdekat. Namun sayangnya keluarga menolak dan tetap minta ditolong perawat DS.
Akhirnya DS pun mau melakukan pertolongan persalinan. Di sinilah kejadian yang tak pernah diinginkan terjadi. Pada saat kepala bayi itu keluar terjadi robekan dan kemudian disebut-sebut oleh keluarga FH di media-media kepala sang bayi putus dan langsung dilaporkan ke kepolisian setempat.
Menurut Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah, kejadian singkat tersebut tidaklah sederhana semata-mata kelalaian Perawat DS, namun harus dilihat juga kesiapan pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan masyarakat yang terjangkau.
"Jika dilihat dari tindakan yang dilakukan perawat DS adalah dalam kondisi gawat darurat (menurut Perawat DS) sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan terutama UU Nomor 38 tahun 2014 perawat dapat melakukan tindakan medik dan pekerjaan kefarmasian dalam kondisi gawat darurat sesuai dengan kompetensinya," kata Harif kepada wartawan di Jakarta, Minggu (16/1)
Menurut Harif, kompetensi seorang perawat lulusan D3 seperti DS telah dibekali untuk menolong persalinan dalam kondisi tertentu dan gawat darurat, dalam kondisi ini tidak dapat dikatakan perawat DS lalai.
"Robek atau putusnya kepala saat persalinan tersebut adalah dikarenakan kondisi bayi yang telah meninggal di dalam kandungan (IUFD) dalam arti jaringan yang berupa bayi tersebut telah mati dan telah terjadi proses Maserasi atau proses pembusukan kematian Janin," beber Harif
Apa yang dilakukan perawat DS, kata Harif sudah sesuai dengan prosedur bahkan bersangkutan mengatakan kemungkinan kalau perawat lain yang menolong pasien tersebut dalam kondisi demikian juga akan terjadi robek/putus.
Sejak lasus ini mencuat PPNI secara bertingkat (DPD PPNI Kab. Asahan dan DPW PPNI Sumatera Utara) telah melakukan pendampingan kepada perawat DS baik dalam proses hukum maupun non hukum. PPNI kata Harif telah mengirimkan utusan untuk melakukan advokasi ke kabupaten Asahan.
"Walaupun perawat DS belum menjadi anggota PPNI, namun untuk kepentingan profesi perawat lebih besar maka PPNI tetap melakukan advokasi," jelas Harif
Berkaca pada kasus ini, PPNI berharap pemerintah harus lebih mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat agar dapat terjangkau oleh perawat yang kompeten.
PPNI pun mendesak pemerintah agar segera menguatkan UU 38/2014 tentang Keperawatan yang akan menjamin kewenangan, kompetensi dalam praktik yang tidak lepas dari Perizinan Praktik Perawat.
"Jika ini dilaksanakan maka resiko masalah hukum perawat akan dapat dihindari, juga pemeliharaan dan peningkatan kompetensi perawat dapat dilakukan oleh PPNI karena terpantau dalam sistem database Keanggotaan PPNI,†demikian Harif.
[wid]
BERITA TERKAIT: