Dengan rute yang lebih pendek, tenaga para pembalap tidak akan habis di jalur datar menuju Ijen. Dengan begitu, tenaga mereka masih besar saat harus melahap tanjakan yang disebut sebagai salah satu yang terekstrem di Asia itu.
"Pada Tour de Banyuwangi Ijen tahun lalu, para pembalap akan mengatur speed sebelum mendaki Gunung Ijen karena takut kehabisan tenaga saat mendaki. Sekarang itu tidak ada lagi. Mereka mendaki Ijen dengan kekuatan besar. Pemenangnya adalah mereka yang memiliki power besar, bukan endurance," kata pelatih berlisensi UCI (Persatuan Balap Sepeda Internasional) Puspita Mustika di Banyuwangi.
Tiga etape lainnya tidak kalah seru. Dua etape melintasi tanjakan turun naik alias rolling. Dengan demikian, balapan tidak hanya milik penakluk tanjakan (climber) murni.
"Climber juga harus memiliki sprint power, jadi tahun ini menuntut kualitas pembalap dari sisi kecepatan dan ketahanan," katanya.
Etape pertama, misalnya. Di jalur sepanjang 167 km tersebut akan ada dua tanjakan kategori tiga yang berdampingan di kilometer 100. Begitu juga di etape kedua di mana dua tanjakan kategori empat dan dua berada di ujung balapan. Sementara itu, balapan di etape keempat sepenuhnya flat karena selain parade para sprinter juga parade pembalap yang hampir pasti mengunci gelar.
Balapan tahun ini diikuti 100 pembalap dari 25 negara. Di antaranya, Prancis, Belanda, Kolombia, Kanada, Amerika Serikat, Jerman, Italia, Jepang, Singapura, Thailand, Iran, Spanyol, Filipina, Malaysia, Filipina, Australia, Korea, Tiongkok, Thailand, Selandia Baru, Rusia, Portugal, Taiwan, Uni Emirat Arab, Uzbekistan.
Mereka tergabung ke dalam 20 tim yang terdiri atas 14 tim luar negeri (termasuk continental team) dan 6 tim dalam negeri. Tim continental yang akan berkompetisi di ajang ini di antaranya adalah Tabriz Shadari Team (Iran), Matrix Powertag (Jepang), Singha Infinite Cycling Team (Thailand), NSC Sycling Team (Malaysia), Pegasus Continental Cycling (Indonesia), dan Team 7 Eleven Road Bike Philippines (Filipina).
[wid]
BERITA TERKAIT: