Badai tersebut menarik awan hujan yang muncul di selatan garis ekuator menuju pusat badai. Normalnya, pusat bertekanan rendah (low presure) ada di Samudera Hindia barat daya Sumatera. Namun tekanan rendah ini kalah kuat dibanding pusat badai nuri.
Demikian disampaikan analis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pos Pengamatan Cilacap, Teguh Wardoyo.
"Akibatnya awan hujan yang muncul tersedot ke pusat badai sehingga hujan tidak turun di bagian selatan," bebernya, Rabu (4/11).
Teguh menambahkan, yang paling merasakan dampak badai nuri adalah wilayah utara Sumatera. Di wilayah ini hujan turun dengan lebat karena awan hujan beruntun melewati Sumatera bagian utara.
Sebaliknya di Jawa, pertumbuhan awan hujan tersapu oleh angin menuju badai tropis yang saat ini berkekuatan 970 milibar sehingga potensi terjadinya hujan sangat kecil.
"Kalau pun ada hujannya kecil dan belum merata," ujarnya.
BMKG memperkirakan awal musim hujan di Jawa Tengah dan DIY terjadi pada dasarian ketiga (sepuluh hari) bulan Oktober lalu. Namun curah hujan belum mencapai 50 milimeter sehingga belum bisa disebut sebagai awal musim penghujan.
"Curah hujan pada dasarian ketiga Oktober baru mencapai 16 milimeter," tambahnya.
Umur badai biasanya berkisar sekira tujuh hari. Jika demikian, diprakirakan awal musim hujan akan beerlangsung pekan depan.
"Kita lihat perkembangan dalam beberapa hari ke depan," pungkasnya.
[wid]
BERITA TERKAIT: