Calon wakil gubernur Jatim, Herman S Sumawiredja mengatakan, penggunaan uang APBD untuk meraih dukungan rakyat dalam pemilukada menjadi trend baru dalam dunia politik Indonesia, terutama menjelang pemilukada. Cara menang dengan cara curang itu adalah kejahatan politik yang harus diadili.
"Kejahatan politik baru ini tidak bisa diadukan ke Bawaslu, polisi, kejaksaan dan juga KPK. Hanya Bisa diajukan dan bisa diputus oleh MK," kata Herman dalam jumpa pers di Rumah Makan Dapur Selera, Jakarta Selatan, Senin (23/9).
Ia mengungkapkan, di Jawa Timur, ada kecenderungan dana bantuan sosial dan dana hibah mendadak naik tinggi menjelang pemilukada. Penggelembungan dana APBD yang besar khususnya dana-dana untuk belanja operasional. Herman mengungkapkan, dana bansos dan hibah pada 2009 hanya 0,6 triliun. Sedangkan pada 2010 hanya sekitar 0,7 triliun dan pada 2011 dan 2012 sekitar 1,5 triliun. Namun lonjakan luar biasa terjadi pada 2013, yaitu mencapai 5 triliun.
"Jadi makin mendekati pilkada, angkanya langsung naik tinggi. Ini tidak ada pelanggaran hukumnya, tapi waktu diturunkan dan cara menurunkannya dengan caranya menguntungkan petahana. Seberan pemberiannya ke daerah-daerah yang dulu tidak meraup angka banyak. Kita lihat kejahatan politik baru, doping pilitik ini sudah lama, sejak 2009," tambahnya.
Karena itulah, ia bersama Khofifah membawa kasus itu ke meja pengadilan MK. Ia berharap masa depan demokrasi di Indonesia semakin cerah, tanpa ada penyalahgunaan APBD.
"Kami maju ke MK bukan karen ngeyel, tidak legowo. Tapi kami emban amanah 6,5 juta pemilih jatim yang sudah memberikan amanahnya ke kami. Mereka menunggu dan meminta kami berusaha maksimal,†katanya.
Lebih lanjut, ia menambahkan, jika penyalahgunaan APBD di pilgub Jatim tidak ditindak, dikhawatirkan hal yang sama akan terjadi di pemilukada daerah lainnya, dan juga di Pemilu 2014. "Nanti bisa jadi akan ada Balsam-balsam lainnya. Kami tidak asal maju kalau tidak ada hal-hal signifikan dan substansial. Ini menyangkut nasib bangsa Indonesia ke depan," katanya.
[dem]
BERITA TERKAIT: