"Ya, memang ada aksi terkait penetapan Taman Nasional Gunung Ciremai. Tapi aksi massa ini bukan untuk menolak, melainkan meminta fungsi PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) diaktifkan kembali," kata Aang, seperti dilansir
javanews.co, Rabu (5/6).
Aksi massa berlangsung tadi di depan kantor Bupati Kuningan. Aang melihat tuntutan warga merupakan tuntutan yang sangat manusiawi, karena lahan hutan di lereng Gunung Ciremai tersebut merupakan garapan mereka sehari-hari.
"Mereka melakukan penggarapan lahan di lereng gunung secara turun temurun, sehingga menuntut kami Pemkab Kuningan untuk memfasilitasi ke pihak Taman Nasional agar kembali dibuka program PHBM tersebut," jelasnya.
Pemkab Kuningan sendiri secara terbuka menyambut keinginan warga tersebut karena dengan difungsikannya kembali PHBM maka fungsi hutan lindung kembali dijalankan.
" Pada intinya kami menerima, karena ini kewenangannya berada di Taman Nasional, dan kami akan berikan pemaparan secara jelas. Warga menerima dengan menunggu hasil hari ini, yang akan diajukan Pemkab ke pihak taman nasional," ujar Aang.
Penetapan Taman Nasional Gunung Ciremai dari status Hutan Lindung menjadi kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) lewat SK Menteri Kehutanan RI No. 424/Menhut-II/2004 bertanggal 19 Oktober 2004 diprotes. Penetapan itu dilakukan secara sepihak sehingga bertentangan dengan prinsip-prinsip dan mekanisme Free Prior Informed and Consent (FPIC) karena tidak melibatkan persetujuan rakyat sekitar gunung Ciremai secara partisipatif.
Gempur TGNC menyebut penetapan Taman Nasional Gunung Ciremai sesuai SK Menhut 19 Oktober 2004 dibuat secara tergesa gesa karena dilakukan satu hari sebelum Menteri Kehutanan yang baru dilantik. Keputusan sepihak itu bahkan telah melanggar UU Kehutanan Nomor 41/1999 dan produk hukum lainnya seperti UU Pokok Agraria Nomor 5/1960, UU Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 32/2009, dan UU Penataan Ruang Nomor 26/2007.
[ald]
BERITA TERKAIT: