Keluarga Korban Pembunuhan Anggota TNI Mengamuk di Pengadilan Militer

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 11 April 2013, 14:39 WIB
Keluarga Korban Pembunuhan Anggota TNI Mengamuk di Pengadilan Militer
rmol news logo Keluarga almarhum Hj Popon dan Sinta, selaku korban pembunuhan keji oleh anggota TNI AD Prada Mart Azzanul Ikhwan, mengamuk di ruang persidangan karena mendengar tuntutan dari jaksa (oditur militer) hanya meminta hakim menghukum 20 tahun penjara.

Keluarga korban yang mengamuk di ruang persidangan militer di Ruang Sidang I Pengadilan Militer II-09 Bandung, Jalan Soekarno Hatta, langsung dicegah oleh petugas Polisi Militer dan Kepolisian yang berjaga.

Beberapa orang bahkan sempat mengejar terdakwa yang ada di meja pesakitan, namun diamankan oleh PM.

Aksi keluarga korban berlanjut di luar ruang sidang, mereka berteriak "mana keadilan, paehan geura (saya bunuh) kamu."

Sidang dipimpin Hakim Ketua Letkol CHK Sugeng Sutrisno, S.H, M.H dan didampingi dua hakim anggota Mayor SUS Mertusin, dan Mayor CHK NR Jaelani S.H. Oditur militer yang dipimpin oleh Letkol CHK Sihabudin dan Mayor SUS Asep Saeful Gani, mendakwa terdakwa Prada MAI dengan pasal berlapis.

Dakwaan primer yaitu Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana Subsidair pasal 338 KUHP, Lebih subsidair pasal 351 ayat (3) KUHP, serta dakwaan kedua yaitu Pasal 80 ayat (3) jo pasal 1 butir 1 UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Dalam pasal dakwaan tersebut, diterangkan Sihabudin, menjerat setiap orang yang melakukan kekejaman dan ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dan mengakibatkan mati. Pengertian anak adalah termasuk anak yang berada di dalam kandung sesuai pasal 1 butir 1. Pasal ini dikenakan terdakwa membunuh juga janin yang berusia 8-9 bulan di dalam kandungan Sinta Mustika selaku korban yang minta pertanggungjawaban kehamilan kepada Prada MAI.

Ancaman hukumannya, sesuai dengan pasal yang didakwakan yakni sesuai dakwaan primer pasal 340 adalah hukuman mati atau seumur hidup atau 20 tahun kurungan penjara.

"Untuk subsidernya sendiri ancaman maksimal 15 tahun, lebih subsider pasal 351 KUHP 7 tahun," terang Sihabudin.

Sedangkan untuk dakwaan lainnya yakni pasal 80 ayat 3 UU 23/2002 adalah 10 tahun atau denda maksimal Rp 200 juta. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA