Anggota DPRD DKI Jakarta Muhammad Sanusi menyayangkan polemik penyegelan di kawasan Antasaari belum terselesaikan. Menurutnya, apa yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas P2B DKI Jakarta dan Sudin P2B Jakarta Selatan adalah tindakan banci. Soalnya, secara substansi, dia yang membuat produk hukum, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa terhadap produk hukum tersebut, ketika permasalahan muncul.
Sanusi menegaskan, seharusnya dinas terkait bisa menghargai hak warga soal kepemilikan bangunan di Jalan Antasari. Hal itu didasarkan pada Undang-Undang No. 5 Tahun 60 Tentang Agraria dan Undang-Undang No. 20 tahun 61 tentang Pelepasan Hak Atas Tanah.
“Perdanya mengatakan sebagai tempat hunian. Harusnya jangan langsung disegel. Harus ada keseimbangan dan warga diakomodir. Kalau dilarang, pemerintah wajib ganti barang itu, karena melanggar UU No.20 tahun 61. Hak itu bukan tanahnya yang diambil, tapi hak ekonomis tanah. Itu yang tidak boleh,” ucap Muhammad Sanusi, saat ditemui Rakyat Merdeka.
Mengenai penyegelan ini, anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta ini menganggap Pemda tak serius menyelesaikan masalah tersebut. Diakuinya, jika Pemda serius ingin menyelesaikan masalah penyalahgunaan izin tempat tinggal menjadi tempat usaha, seharusnya semua yang melanggar disegel juga. Jjadi tidak terkesan tebang pilih. Jangan hanya di beberapa titik yang dianggap strategis.
Sanusi menilai, bangunan di DKI ini sekitar 60 persen melanggar. Tapi kenapa hanya bangunan di Jalan Antasari yang disegel? Sebab, jalur itu merupakan jalur utama yang dilewati walikota dan langsung dilihat mata. “Sebetulnya bisa dikatakan mereka yang menyegel ini nggak serius,” tandas politisi Kebon Sirih itu.
Ketua Fraksi Partai Gerindra ini akan mengusulkan kepada Pemda DKI mengenai tata ruang kota. Rencananya, tahun ini DPRD DKI Jakarta akan membahas rencana tata ruang wilayah DKI dan pembahasan tata ruang kota.
Untuk itu, Sanusi berharap, warga Antasari bersabar dan terus berusaha menyelesaikan masalah itu bersama. “Untuk mengeliminir persoalan ini, harus ada pilihan terhadap tanah yang dimiliki warga. Supaya masyarakat bisa melakukan apa yang mereka bisa lakukan buat kehidupan mereka,” ujarnya.
Anggota DPRD DKI Jakarta Matnoor Tindoan menimpali, Dinas Penertiban dan Pengawasan Bangunan (P2B) bersikap tidak adil. Sebab, sebelumnya mereka memberikan izin penggunaan lahan itu dipakai sebagai tempat usaha.
Namun ketika masalah muncul seperti ini, P2B tidak bisa berbuat apa-apa. Padahal, masalah ini muncul karena perizinan yang dikeluarkan dinas terkait.
“Kita harus konsen terhadap persoalan seperti ini, karena pemerintah harusnya adil pada realita yang ada. Realitanya di Antasari sudah seperti ini. Karenanya, ke depan perubahan tata ruang, tahun ini menjadi prioritas,” tutupnya.
[RM]Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: