Program Makanan Bergizi (MBG) diluncurkan untuk menjawab tantangan ini. Tujuannya sederhana tapi penting, yaitu memastikan anak-anak, terutama dari keluarga berpenghasilan rendah, mendapatkan akses makanan sehat setiap hari di sekolah.
Mochammad Rizal, ahli gizi yang kini menempuh studi doktoral di Cornell University, menyebut program MBG bukan sekadar urusan makan siang gratis.
“MBG adalah investasi jangka panjang untuk Indonesia Emas 2045,” ujarnya dalam pernyataannya di Jakarta, dikutip redaksi pada Jumat 31 Oktober 2025. Ia menyebut, anak-anak yang tumbuh sehat dan cukup gizi hari ini, kelak akan menjadi generasi produktif yang membawa negara ini maju.
Jika dijalankan dengan baik, MBG tak hanya memperbaiki status gizi dan kesehatan anak, tapi juga membuat mereka lebih semangat belajar. Selain itu, rantai pasok lokal, seperti petani, nelayan, dan penyedia katering daerah, bisa ikut merasakan dampaknya secara ekonomi.
Namun, penerapan di lapangan tidak semudah yang dibayangkan. Anak-anak kini terbiasa dengan makanan olahan seperti nugget, sosis, atau jajanan tinggi gula dan garam. Ketika disajikan menu bergizi, sering kali makanan itu tak habis dimakan. Rizal menyebut, dibutuhkan strategi bertahap agar selera makan anak bisa perlahan diarahkan ke makanan sehat tanpa membuat mereka kehilangan selera.
“Menu MBG yang ideal justru berisiko tinggi tidak dihabiskan (food waste). Sebaliknya, memberikan menu berbasis UPF seperti nugget ataupun sosis, agar makanan habis, justru mengalihkan tujuan utama pemenuhan gizi dari program ini. Perlu strategi bertahap untuk mengubah perilaku makan siswa saat ini,” ujar Rizal.
Di sekolah, evaluasi dilakukan secara berkala. Guru dan tim pelaksana mencatat berapa banyak makanan yang dihabiskan, memantau keamanan pangan, serta mengukur berat dan tinggi badan siswa setiap enam bulan. Data ini menjadi bahan penting untuk melihat apakah program benar-benar membawa perubahan.
Peran ahli gizi juga krusial dalam memastikan kualitas dan keamanan makanan. Namun, jumlah mereka masih terbatas. Dalam praktiknya, satu ahli gizi bisa mengawasi ribuan porsi makanan setiap hari, beban yang cukup berat. Kini, ada aturan baru yang membatasi produksi maksimal agar pengawasan lebih aman dan efektif.
Rizal menekankan pentingnya edukasi gizi kepada anak dan keluarga. Program ini tak cukup hanya memberi makan, tapi juga membentuk kebiasaan makan sehat sejak dini.
“MBG masih program baru. Masih banyak yang harus dibenahi, tapi potensinya besar kalau dijalankan bersama dan diawasi dengan baik,” katanya.
Dengan dukungan yang tepat, Program Makanan Bergizi bukan hanya soal menyediakan makanan, tetapi tentang membangun masa depan generasi Indonesia yang sehat, cerdas, dan berdaya.
BERITA TERKAIT: