Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

10 Juta Penderita Hepatitis C, Krisis Lain Sektor Kesehatan Pakistan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jonris-purba-1'>JONRIS PURBA</a>
LAPORAN: JONRIS PURBA
  • Senin, 20 Januari 2025, 04:34 WIB
10 Juta Penderita Hepatitis C, Krisis Lain Sektor Kesehatan Pakistan
Ilustrasi
rmol news logo Tantangan dunia kesehatan Pakistan seakan tiada habisnya. Kini negara itu menghadapi krisis hepatitis C. Pejabat pemerintah mengakui Pakistan merupakan negara dengan jumlah kasus hepatitis C tertinggi di dunia.

Beban yang sangat besar ini mengindikasikan kegagalan sistemik dalam infrastruktur perawatan kesehatan dan membutuhkan reformasi komprehensif untuk mengatasi tidak hanya hepatitis C tetapi juga krisis kesehatan masyarakat lainnya, seperti pemberantasan polio.

Hepatitis C, infeksi virus yang terutama menyerang hati, dapat dicegah dan diobati. Namun, di Pakistan, diperkirakan 10 juta orang terinfeksi virus tersebut, dan ribuan lainnya bertambah setiap tahunnya.

Tingkat prevalensi yang tinggi dipicu oleh faktor-faktor seperti praktik medis yang tidak aman, penggunaan jarum suntik berulang, protokol skrining yang buruk untuk transfusi darah, dan kurangnya kesadaran masyarakat.

Seperti dikutip dari Islam Khabar, Faisal Sultan, ajudan Perdana Menteri Pakistan di bidang kesehatan, baru-baru ini menggambarkan situasi tersebut sebagai “darurat kesehatan nasional”. Pernyataan ini tidak mengejutkan, mengingat potensi virus tersebut untuk menyebabkan kerusakan hati yang parah, sirosis, dan kanker hati jika tidak diobati.

Meskipun tersedia obat antivirus kerja langsung (DAA) yang sangat efektif, yang dapat menyembuhkan infeksi pada lebih dari 90 persen kasus, akses tetap menjadi hambatan yang signifikan bagi jutaan orang Pakistan.

Perjuangan Pakistan melawan hepatitis C mengingatkan kita pada perjuangannya yang telah berlangsung lama melawan polio. Meskipun telah berupaya selama puluhan tahun, negara tersebut tetap menjadi salah satu dari dua negara di dunia yang polionya masih endemik.

Benang merah dari krisis ini adalah infrastruktur perawatan kesehatan yang terfragmentasi, yang ditandai dengan pendanaan yang tidak memadai, kurangnya personel terlatih, dan koordinasi yang tidak memadai di antara departemen kesehatan. Kedua penyakit tersebut juga memiliki sejarah ketidakpercayaan dan misinformasi. Dalam kasus polio, keraguan terhadap vaksin yang dipicu oleh teori konspirasi telah menghambat kampanye imunisasi.

Demikian pula, kurangnya kesadaran tentang hepatitis C dan kesalahpahaman tentang penularannya melanggengkan perilaku berisiko dan menunda pengobatan. Sistem perawatan kesehatan Pakistan menghadapi masalah kronis yang memperburuk krisis hepatitis C.

Fasilitas kesehatan umum kekurangan dana dan terlalu padat, sehingga banyak pasien terpaksa beralih ke penyedia layanan kesehatan swasta yang sering kali tidak memiliki regulasi. Hal ini menyebabkan praktik medis yang tidak aman, seperti penggunaan jarum suntik berulang dan sterilisasi instrumen bedah yang tidak tepat, yang merupakan kontributor utama penyebaran hepatitis C.

Selain itu, tindakan pencegahan, seperti pemeriksaan rutin untuk donor darah dan kampanye kesehatan masyarakat untuk mendidik masyarakat, tidak memadai atau tidak ada.

Tidak adanya jaringan perawatan kesehatan primer yang kuat berarti diagnosis dan pengobatan dini sering kali tertunda, sehingga penyakit tersebut berkembang tanpa terkendali. Belum lagi, kesenjangan ekonomi semakin memperparah krisis.

Biaya pengobatan penyakit ini, yang mencakup tes diagnostik, pengobatan antivirus, dan perawatan lanjutan, berada di luar jangkauan sebagian besar warga Pakistan. Sebagian besar penduduk hidup di bawah garis kemiskinan dan bergantung pada fasilitas kesehatan publik yang sudah sangat terbatas.

Keterbatasan finansial ini memperburuk kesenjangan, karena mereka yang mampu membayar layanan kesehatan swasta cenderung lebih mudah mendapatkan perawatan yang tepat waktu dan efektif.

Selain itu, beban ekonomi juga menyebabkan hilangnya produktivitas. Hepatitis C sering kali berkembang menjadi penyakit hati kronis, yang secara signifikan mengganggu kemampuan seseorang untuk bekerja.

Hilangnya produktivitas ini tidak hanya memengaruhi keluarga tetapi juga menghambat pertumbuhan ekonomi negara secara keseluruhan. Meskipun pemerintah telah memulai program untuk menyediakan DAA gratis atau bersubsidi, skala inisiatif ini tidak cukup untuk memenuhi permintaan.

Selain itu, fasilitas kesehatan di daerah pedesaan langka dan tidak dilengkapi dengan baik, sehingga jutaan orang tidak memiliki akses ke perawatan medis dasar. Perempuan dan masyarakat terpinggirkan sangat rentan, karena hambatan budaya dan logistik sering kali menghalangi mereka untuk mendapatkan perawatan yang tepat waktu.

Krisis hepatitis C di Pakistan telah menarik perhatian organisasi kesehatan global, termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan PBB. Organisasi-organisasi ini telah menekankan pentingnya menerapkan strategi komprehensif untuk mengatasi epidemi ini, seperti meningkatkan praktik pengendalian infeksi, memperluas akses ke DAA, dan meningkatkan kampanye kesadaran publik. rmol news logo article
EDITOR: JONRIS PURBA

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA