Demikian disampaikan Ketua Yayasan Blood For Life Foundation (BFLF) Indonesia, Michael Octaviano seperti dilansir Kantor Berita Politik RMOLAceh, Jumat (28/6).
"Hal ini tentu saja menambah beban bagi pasien dan keluarga, serta menghambat upaya desentralisasi layanan talasemia," kata Michael.
Michael mengatakan persoalan ini harus menjadi perhatian pemerintah. Sebab, jarak jauh bagi pasien berstatus pelajar misalnya akan membuat mereka kehilangan waktu untuk belajar, termasuk untuk bermain.
"Hal ini tentu saja sangat mengganggu proses belajar dan tumbuh kembang mereka," ujar Michael.
Bagi Michael, kasus tersebut sudah sering dia dapati dari berbagai daerah. Para pasien talasemia terpaksa menunda pengobatannya karena keterbatasan biaya.
"Kondisi ini sangat memprihatinkan dan tidak boleh dibiarkan. Pemerintah daerah harus proaktif dan bekerja sama dengan BFLF dan instansi terkait untuk mendekatkan dan mempercepat layanan talasemia di seluruh Aceh," kata Michael.
Karena itu, Michael mendesak pemerintah daerah untuk mengalokasikan anggaran yang memadai untuk pengadaan obat zat klasi besi di rumah sakit daerah. Hal ini akan membantu meringankan beban pasien dan keluarga, serta mempercepat layanan talasemia di seluruh Aceh.
"Kita tidak boleh membiarkan anak-anak talasemia kehilangan masa depan mereka karena terhambat oleh akses layanan yang tidak memadai. Mari bersama-sama kita wujudkan talasemia Aceh yang mudah dijangkau, cepat, dan berkualitas," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: