Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan permintaan dari pimpinan kepada bawahan merupakan pemerasan.
"Kenapa bukan suap, ini kan sudah dijelaskan tadi bahwa ada permintaan gubernur. Jadi kalau pemerasan itu yang aktif ini adalah pejabatnya. Orang yang punya peran, orang yang punya jabatan tertentu yang kemudian bisa dimanfaatkan jabatan itu sehingga kemudian dia bisa meminta sesuatu," kata Tanak kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu, 5 November 2025.
Tanak menerangkan, bawahan akan menuruti permintaan gubernur karena takut dicopot dari jabatan.
"Ini orang yang punya kekuasaan. Kalau dia tidak punya kekuasaan, nggak mungkin dia melakukan pemerasan. Dan karena yang aktif adalah gubernur meminta berarti ini pemerasan, bukannya nyuap. Kalau nyuap orang yang tidak berkuasa memberikan sesuatu kepada penguasa, agar penguasa ini dapat memenuhi permintaan, dapat memenuhi permintaan dari yang penyuap untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu," jelas Tanak.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan, Abdul Wahid secara aktif meminta jatah fee 2,5 persen sebagai jatah preman dari penambahan anggaran 2025 untuk Dinas PUPR PKPP.
Apalagi, Muhammad Arief Setiawan (MAS) selaku Kepala Dinas PUPR PKPP Pemprov Riau juga meminta jatah sendiri sebesar 2,5 persen. Sehingga total 5 persen diminta kepada Kepala UPT.
"Si pejabat ini yang aktif yang meminta meminta tadi kan 2,5 persen kemudian ditingkatkan jadi 5 persen oleh kepala dinas. Nah kepala dinas ada bagiannya ternyata ngambil bagian dari situ tadi kan yang Rp600 juta kan disimpan di keluarganya itu kan bagian kenapa dia bisa nyisihkan, ya karena dari 2,5 persen dia naikkan jadi 5 persen," ungkapnya.
Dari hasil OTT yang berlangsung sejak Senin, 3 November 2025, KPK resmi menetapkan 3 orang sebagai tersangka, yakni Abdul Wahid selaku Gubernur Riau, M Arief Setiawan (MAS) selaku Kepala Dinas PUPR PKPP Pemprov Riau, dan Dani M Nursalam (DAN) selaku Tenaga Ahli Gubernur Riau. Ketiganya langsung ditahan sejak Selasa, 4 November 2025 di Rutan KPK.
Dalam perkaranya, KPK mendapatkan informasi bahwa pada Mei 2025 terjadi pertemuan di salah satu kafe di Kota Pekanbaru antara Ferry dengan 6 Kepala UPT Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP untuk membahas kesanggupan pemberiaan fee yang akan diberikan kepada Abdul Wahid, yakni sebesar 2,5 persen.
Fee tersebut atas penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP yang semula Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar atau terjadi kenaikan Rp106 miliar.
Pada November 2025, tugas pengepul dilakukan Kepala UPT 3 dengan total mencapai Rp1,25 miliar, di antaranya dialirkan untuk Abdul Wahid melalui Arief senilai Rp450 juta, serta diduga mengalir Rp800 juta yang diberikan langsung kepada Abdul Wahid.
Sehingga, total penyerahan pada Juni-November 2025 mencapai Rp4,05 miliar dari kesepakatan awal sebesar Rp7 miliar. Khusus untuk Abdul Wahid, menerima Rp2,25 miliar.
BERITA TERKAIT: