Atas kasus yang dialaminya, korban berinisial R mengalami kerugian sebesar Rp164 juta.
Kasus itu bermula dari terbitnya Surat Perintah Kerja (SPK) pengadaan beras oleh sekretariat dewan (Sekwan) DPRD dan Sekretariat Daerah (Sekda) yang ternyata setelah dikonfirmasi tidak ada.
Kuasa hukum R, Adang Dwi Widagdo mengatakan, kliennya membuat laporan pengaduan masyarakat (LPM) ke Polres Jombang terhadap suaminya berinisial H pada 28 Desember 2024.
H diadukan karena melakukan penipuan dengan menggunakan perusahaan milik istrinya yaitu CV Virandia yang beralamat di Kecamatan Kesamben, Jombang.
"Kita mengadukan saudara H sebagai teradu," ujar Mas Adang, sapaan akrabnya, saat ditemui di kantor hukumnya di jalan Gatot Subroto, dikutip
RMOLJatim, Selasa 18 Februari 2025.
Dijelaskan Adang, H menggunakan perusahaan milik istrinya untuk memperoleh proyek pengadaan beras di pemerintah.
Untuk meyakinkan R selaku istri dan Direktur CV Virandia, H menunjukan dokumen surat perintah kerja (SPK) dari pemerintah daerah pada April 2024.
Selama April sampai dengan Agustus 2024 itu, total ada 9 SPK untuk pengadaan beras. Dari situ, H membeli beras ke suplier dari S, warga Kecamatan Plandaan, Jombang.
"Semua SPK dan dokumen MoU ini yang tanda tangan adalah saudara H. Saudara H ini selaku Wakil Direktur CV Virandia," ungkap Adang, sembari menunjukkan beberapa dokumen tersebut.
Seiring berjalannya waktu, R merasa curiga lantaran tidak ada pencairan dari pihak pertama atau pemerintah daerah. Setelah ditelusuri, ternyata seluruh dokumen SPK dan MoU yang disodorkan H kepada istrinya rupanya palsu.
"Desember 2024 itu saya berinisiatif menyurati Sekwan (Sekretariat Dewan) dan Sekda (Sekretariat Daerah) Jombang untuk mengklarifikasi soal SPK ini. Setelah mendapat surat balasan, rupanya SPK ini fiktif tidak pernah ada," ungkapnya.
Adang menjelaskan, selama berjalannya proyek pengadaan beras fiktif itu, kliennya sudah mengeluarkan uang sejumlah Rp164 juta untuk melunasi beras yang diorder H ke S. Hanya saja, R tidak mengetahui wujud beras yang diorder oleh suaminya itu.
"Karena SPK ini fiktif, maka otomatis tidak ada dana untuk membayar beras. Maka klien kita mencari dana talangan untuk melunasi pihak ketiga itu," bebernya.
Sehingga, pihaknya saat ini mendorong kepada aparat kepolisian untuk menindaklanjuti LPM dari kliennya. Ia juga mendorong H untuk memberikan keterangan kepada kepolisian terkait kasus tersebut.
"Harapannya kepada penyidik agar berjalan sesuai SOP terhadap kasus ini karena demi mencari kebenaran," tandasnya.
BERITA TERKAIT: