Jurubicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri, mengatakan, Jaksa KPK, Ahmad AF Pandela, telah selesai melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan dengan terdakwa Abdul Gafur Mas'ud ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Samarinda, Rabu (31/1).
"Penahanan tidak dilakukan, karena yang bersangkutan berstatus terpidana," kata Ali kepada wartawan, Rabu (31/1).
Dia juga menjelaskan, tim Jaksa bakal mendakwa Abdul Gafur dengan dakwaan merugikan keuangan negara, dan turut menikmati hasil korupsi sebesar Rp6,2 miliar dari anggaran di Perumda Benuo Taka.
"Uraian lengkap isi dakwaan akan dibacakan tim Jaksa sesuai penetapan hari sidang. Saat ini menunggu informasi lanjutan dari Panmud Tipikor," pungkas Ali.
Dalam perkaranya, saat menjabat sebagai bupati, Abdul Gafur bersama DPRD dalam paripurna RAPBD menyepakati adanya penambahan penyertaan modal bagi Perumda Benuo Taka sebesar Rp29,6 miliar, Perumda Benuo Taka Energi (PBTE) disertakan modal Rp10 miliar, dan Perumda Air Minum Danum Taka dengan penyertaan modal Rp18,5 miliar.
Pada Januari 2021, Baharun Genda (BG) selaku Direktur Utama (Dirut) Perumda Benuo Taka Energi melapor ke Abdul Gafur terkait belum direalisasikannya dana penyertaan modal bagi PBTE, sehingga Abdul Gafur memerintahkan Baharun mengajukan permohonan pencairan dana dimaksud yang ditujukan pada Abdul Gafur yang kemudian diterbitkan Keputusan Bupati PPU sehingga dilakukan pencairan dana sebesar Rp3,6 miliar.
Kemudian sekitar Februari 2021, Heriyanto (HY) selaku Dirut Perumda Benuo Taka juga melaporkan hal yang sama, sehingga Abdul Gafur memerintahkan kembali agar segera diajukan permohonan sehingga diterbitkan Keputusan Bupati PPU berupa pencairan dana sebesar Rp29,6 miliar.
Sedangkan bagi Perumda Air Minum Danum Taka, Abdul Gafur menerbitkan Keputusan Bupati PPU dengan pencairan dana sebesar Rp18,5 miliar.
Namun demikian, tiga keputusan yang ditandatangani Abdul Gafur tersebut diduga tidak disertai dengan landasan aturan yang jelas, dan tidak pula melalui kajian, analisis, serta administrasi yang matang, sehingga timbul pos anggaran dengan berbagai penyusunan administrasi fiktif yang diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp14,4 miliar.
Dari pencairan uang yang diduga melawan hukum dan menimbulkan kerugian negara tersebut, kemudian dinikmati para tersangka untuk berbagai keperluan pribadi.
Abdul Gafur diduga menerima sebesar Rp6,2 miliar yang dipergunakan antara lain untuk menyewa private jet, menyewa helikopter, supporting dana kebutuhan Musda Partai Demokrat Provinsi Kaltim.
Selanjutnya, Baharun diduga menerima Rp500 juta dipergunakan untuk membeli mobil. Tersangka Heriyanto diduga menerima Rp3 miliar dipergunakan sebagai modal proyek. Sedangkan Karim diduga menerima sebesar Rp1 miliar dipergunakan untuk trading Forex.
BERITA TERKAIT: