Putusan MK tersebut disampaikan Ketua MK, Anwar Usman dalam sidang putusan Perkara Nomor 65/PUU/-XXI/2023, yang dikutip redaksi dari kanal YouTube MK, Rabu (16/8).
“Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian,” ucap Anwar.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Hakim Konstitusi, Enny Nurbaningsih, dua Pemohon perkara yaitu Handrey Mantiri dan Ong Yenni, mendalilkan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu telah membatasi mereka mengikuti kampanye, kecuali di tempat ibadah.
Berdasarkan dalil itu, MK mempertimbangkan mengubah bunyi Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu yang menyatakan, “Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye Pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan”.
“Dengan demikian, maka Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu selengkapnya berbunyi, ‘menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu’,” urainya.
Lebih lanjut, Enny menegaskan MK merujuk beberapa prinsip penting mengubah norma dalam UU Pemilu itu, yang pada intinya tetap memperbolehkan penggunaan fasilitas pemerintah dan pendidikan untuk kampanye tanpa atribut Parpol, tetapi melarang total aktivitas kampanye di tempat ibadah.
“Menurut Mahkamah, pembatasan kampanye berdasarkan lokasi atau tempatnya adalah didasarkan pada beberapa prinsip penting yang bertujuan untuk menjaga netralitas dan integritas proses pemilu,” urainya.
“(Kemudian) mencegah gangguan terhadap aktivitas publik pada tempat-tempat tertentu, sehingga mampu mempertahankan prinsip keseimbangan dan sekaligus menjaga prinsip netralitas, serta untuk menghindari penyalahgunaan penggunaan fasilitas publik,” demikian Enny menambahkan.
Dalam putusan perkara ini, MK menerima sebagian permohonan Pemohon karena pembatasan tempat kampanye penting dilakukan di tempat ibadah.
Padahal dalam pokok permohonannya, dua Pemohon menyatakan pembolehan kampanye di fasilitas pemerintah akan membuat pemerintah sulit bersikap netral kepada semua peserta Pemilu.
Akan tetapi di sisi yang lain, Pemohon Handrey Mantiri dan Ong Yenni merasa dirugikan dengan diperbolehkannya kampanye di tempat ibadah oleh penjelasan norma di dalam UU Pemilu.
Maka dari itu, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar MK pada 6 Juli 2023 lalu, kedua Pemohon meyakini penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu bersifat memperluas dan menambah norma, serta mengakibatkan pendelegasian kepada aturan yang lebih rendah.
Sehingga dalam petitum mereka, MK diminta Pemohon untuk menyatakan Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf f UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum tetap.
BERITA TERKAIT: