Anggota VII BPK, Hendra Susanto menyampaikan bahwa pihaknya mengidentifikasi pengoperasian FSRU Lampung sampai saat ini belum optimal, sehingga pada 2020-2022 PGN merugi hingga USD 131,27 atau Rp1,97 triliun. Dalam temuannya, BPK juga menyatakan terdapat kelemahan dalam klausul kontrak dalam proyek FSRU Lampung ini.
Hendra mengaku sudah menyerahkan laporan hasil audit tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).Tak lama setelah laporannya terbit, Kejagung juga meminta laporan tersebut. Bukannya memberikan, akan tetapi Hendra justru menyarankan Kejagung berkoordinasi langsung dengan KPK.
Direktur Eksekutif Center of Energy and Recources Indonesia (CERI), Yusri Usman mengatakan, meski kasus ini sempat disidik oleh Kejaksaan Agung namun dihentikan dengan keluarnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) namun, penegak hukum lain yakni KPK bisa melanjutkan hasil temuan BPK dalam proyek tersebut.
“Sejak April 2023 BPK RI telah menyerahkan LHP ke KPK,” kata Yusri kepada wartawan di Jakarta, Rabu (26/7).
Yusri berpendapat, Keputusan Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus dugaan korupsi pembangunan ?oating storage regasi?cation unit (FSRU) Lampung diduga menjadi malapetaka ruginya negara trilunan rupiah.
Kejaksaan Agung memang pada April 2016 telah menangani kasus dugaan korupsi pembangunan
floating storage regasifcation unit (FSRU) Lampung ini. Ketika itu, Direktur Utama PGN Hendi Prio Santoso sempat dicekal ke luar negeri lantaran khawatir menghilangkan barang bukti.
“Coba kalau waktu itu kasusnya diselesaikan hingga tuntas, pelaku-pelakunya ditangkap, proyek-proyeknya dievaluasi, tentu Direksi PGN yang baru akan lebih hati-hati dan tidak sampai separah ini melakukan proses bisnis yang berujung merugikan PGN secara jangka panjang," pungkas Yusri.
BERITA TERKAIT: