Hal itu disampaikan langsung oleh Ghufron menanggapi pernyataan peneliti ICW, Kurnia Ramadhana yang meminta Dewan Pengawas (Dewas) KPK untuk membaca ulang UU terkait kehadiran Ketua KPK Firli Bahuri menemani tim penyidik melakukan pemeriksaan terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe di Papua.
"Sangat disayangkan adik-adik dan pegiat antikorupsi memahami hukum secara letterlijk, dengan pemahaman yang sempit tersebut menimbulkan masalah yang semestinya tak ada masalah, sehingga menimbulkan kegaduhan yamg tidak semestinya," ujar Ghufron kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Rabu malam (9/11).
Ghufron mengatakan, Pasal 36 Ayat 1 UU 30/2002 harus dipahami dan dibaca sebagai larangan personal kepada pimpinan untuk tidak mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung yang didasari atas kepentingan atau inisiasi sendiri.
"Jadi larangan untuk mengadakan pertemuan dengan alasan apapun tersebut adalah alasan pribadi apapun. Sementara yang dilakukan oleh Ketua KPK adalah didasarkan perintah tugas institusional, bukan sekedar diketahui bahkan dirapatkan dan ditugaskan mewakili lembaga KPK," kata Ghufron.
Untuk itu, Ghufron menyarankan, jika teman-teman pegiat antikorupsi seperti ICW konsisten pada semangat pemberantasan korupsi, khususnya dalam kasus Lukas, KPK sangat terbuka dan menghormati partisipasi segenap masyarakat yang mengawasi KPK.
"Namun mari kawal dan awasi KPK secara dewasa dalam kerja-kerja substansialnya, bukan pada hal yang tidak penting seperti ini, karena hanya akan mengurai energi dan perhatian yang tidak perlu, saya berharap kita tidak perlu memperpanjang masalah ini," pungkas Ghufron.
BERITA TERKAIT: