Leohardy yang telah ditetapkan sebagai tersangka ini mengajukan gugatan praperadilan ke PN Bantul pada Senin (13/12).
Proses persidangan gugatan praperadilan ini sudah masuk ke tahap mendengarkan saksi ahli dari kedua pihak pemohon yakni Leohardy melalui pengacaranya dan pihak tergugat dari pihak Kepolisian pada Jumat (31/1).
Dalam sidang itu, Hakim Gatot Raharjo turut mempertanyakan adanya tiga Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang dikeluarkan oleh Polres Bantul dalam menetapkan Leohardy sebagai tersangka.
Adanya tiga Sprindik tersebut juga salah satu yang dipersoalkan oleh pihak Leohardy.
Saksi ahli yang dihadirkan oleh pemohon, JS Murdomo menjelaskan bahwa, dalam suatu penyidikan tidak dibenarkan adanya dua atau lebih Sprindik.
Sehingga, jika dikeluarkan Sprindik baru, maka Sprindik sebelumnya harus dibatalkan terlebih dahulu. Karena, Sprindik adalah sebagai alat selain alat kontrol atau komunikasi, juga menyangkut hak asasi manusia.
"Selain sprindik, alat kontrol/komunikasi dan terkait dengan hak asasi manusia adalah SPDP atau Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyelidikan. SPDP harus dikirimkan dan diterima oleh tersangka," ujar saksi ahli Murdomo dalam persidangan.
Sementara itu, pihak Polres Bantul juga menghadirkan dua orang saksi yang merupakan penyidik, yaitu Aipda Ali Mahfud dan Dian Yuni Anggraini.
Kedua saksi tersebut menyatakan telah menjalankan prosedur penyidikan dengan benar sesuai arahan atasan.
Kedua saksi penyidik itu juga membenarkan adanya tiga Sprindik dikarenakan adanya perubahan Sprindik sebanyak dua kali mengikuti arahan atasannya dan dikarenakan adanya pergantian Kasat Reskrim Polres Bantul.
Dalam kesaksiannya, Aipda Ali Mahfud menjelaskan bahwa, Sprindik pertama dan kedua terbit atas perintah Kasat Reskrim lama yakni AKP Ngadi. Sedangkan Sprindik ketiga terbit atas perintah Kasat Reskrim baru yaitu AKP Archye Nevadha.
Dalam gugatan praperadilan ini, Pengacara Leohardy, Dadang Danie Purnama juga mempersoalkan adanya keterangan palsu dari pihak Polres Bantul terkait dengan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
Dadang menjelaskan, berdasarkan Pasal 14 Ayat 4 Perkapolri 6/2019 berbunyi "Dalam hal tersangka ditetapkan setelah lebih dari tujuh hari diterbitkan Surat Perintah Penyidikan, dikirimkan surat pemberitahuan penetapan tersangka dengan dilampirkan SPDP sebelumnya".
Dalam sidang Jumat kemarin juga, saksi Dian Yuni Anggraini menyatakan sudah mengirim SPDP ke tersangka Leohardy Fanany. Namun menurut Dian, Leohardy menolak dan tidak mau menerima karena masih akan berkonsultasi dengan penasihat hukumnya. Namun, hal itu disanggah oleh Dadang.
"Dian telah memberikan keterangan palsu. Klien kami Leohardy Fanany tidak pernah menerima SPDP. Tatacara dan jangka waktu pengiriman SPDP yang menjadi hak dari klien kami dilanggar oleh Polres Bantul," ujar Dadang.
Menanggapi komentar dari Dadang, saksi Dian mengatakan bahwa dirinya hanya disuruh oleh penyidik Ali Mahfud.
Dadang pun menegaskan bahwa, Polres Bantul telah melakukan pelanggaran dan kesalahan prosedur dalam menetap kliennya sebagai tersangka.
Selain itu, Dadang juga menganggap bahwa Polres Bantul gagal menunjukkan keterkaitan angka-angka kerugian di dalam persidangan.
Di mana, dokumen yang dijadikan alat bukti penetapan tersangka tidak ada yang menyatakan kerugian perusahaan akibat perbuatan pemohon Leohardy Fanany.
"Angka yang digunakan dalam audit internal dan atau audit eksternal yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Henry Dan Sugeng yang berkantor di Yogyakarta, dan yang oleh Polres Bantul diduga sebagai jumlah kerugian ternyata adalah piutang PT Pixel Perdana Jaya kepada 9 toko," jelas Dadang Danie.
Tak hanya, Polres Bantul juga tidak bisa menunjukkan bukti dokumen berupa surat izin khusus penyitaan dari Ketua PN Bantul terhadap seluruh dokumen yang dijadikan alat bukti dugaan tindak pidana Pasal 374 KUHAP.
Tidak adanya izin khusus dari PN Bantul itu juga diakui oleh Aipda Ali Mahfud selaku penyidik kasus ini.
Di dalam sidang, Ali Mahfud mengakui bahwa semua yang dijadikan alat bukti tidak dimintakan izin Ketua PN Bantul.
"Sudah pasti apa yang dilakukan Polres Bantul yang didukung dengan pengakuan Ali ini bertentangan dengan pasal 184 KUHP dan huruf D angka 1a SOP Penyitaan Bareskrim Polri karena cara perolehannya tidak sah," terang Dadang.
Hakim Murdomo pun juga menjelaskan bahwa alat bukti yang sah harus berdasarkan Pasal 184 KUHP.
"Oleh karena itu, berdasar pada Pasal 184 KUHAP dengan alat bukti yang sah berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan tersangka," tegas Hakim Murdomo.
Setelah sidang ini, gugatan praperadilan akan disampaikan kesimpulan pada Senin (3/1) dan diputuskan oleh Hakim pada Selasa (4/1).