Hari ini Kamis (3/9), penyidik memanggil 15 orang saksi. Diantaranya, dua orang mantan anggota DPRD Kota Bandung periode 2009-2014 yakni Nanang Suguri dan Jhony Hidayat.
Selanjutnya, Rudy Rakian selaku wiraswasta, Tatang Muhtar selaku PNS, Imam Buchori selaku wiraswasta, Dedi Supriadi selaku swasta, Maman Suparman selaku swasta, Kokom selaku ibu rumah tangga, Engkus selaku swasta, Ading Deni selaku swasta.
Kemudian, Didi Endang selaku swasta, Leni selaku ibu rumah tangga, Ahmid selaku swasta, Adeng selaku swasta dan Rukmini selaku ibu rumah tangga.
"Pemeriksaan saksi tersangka DS (Dadang Suganda) dilakukan di Polrestabes Bandung," kata Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Kamis (3/9).
Sebelumnya, penyidik KPK memanggil 14 mantan anggota DPRD Kota Bandung periode 2009-2014 pada Rabu (2/9).
Diantaranya, Oded Mohamad Danial yang saat ini menjabat sebagai Walikota Bandung periode 2018-2023, Erwan Setiawan yang saat ini menjabat sebagai Wakil Bupati Sumedang, Teddy Setiadi yang saat ini menjabat sebagai anggota DPR RI Fraksi PKS.
Selanjutnya, Isa Subagja yang juga pernah menjadi sebagai Ketua DPRD Kota Bandung 2014-2019, Asep Dedi Supriyadi, Entin Kartini, Teten Gumilar, Agus Gunawan, Ani Sumarni, Antaria Pulwan Aprianto, Entang Suryaman yang saat ini sebagai Ketua DPC Partai Demokrat.
Kemudian, Haru Suhandaru yang saat ini sebagai Ketua Fraksi PKS di DPRD Provinsi Jawa Barat, Tedy Rusmawan yang saat ini Ketua DPRD Kota Bandung, dan Rieke Suryaningsih yang saat ini sebagai anggota DPRD Kota Bandung.
Namun demikian, enam saksi yang dipanggil tersebut tidak hadir memenuhi panggilan penyidik KPK. Saksi yang tidak hadir diantaranya, Walikota Bandung, Oded Mohamad Danial, Tedy Setiadi, Isa Subagja, Rieke Suryaningsih, Ani Sumarni dan Antaria Pulwan Aprianto.
Keenam saksi yang mangkir tersebut akan dijadwalkan pemeriksaan ulang.
Sementara itu, delapan mantan anggota DPRD Kota Bandung periode 2009-2014 yang hadir dicecar penyidik KPK terkait dengan proses penganggaran untuk pengadaan tanah pada dinas DPKAD kota Bandung tahun 2011-2012 dan juga mengenai kepemilikan berbagai aset-aset yang diduga milik tersangka Dadang.
Diketahui, Dadang telah ditetapkan sebagai tersangka pada 16 Oktober 2019. Dadang pun telah ditahan pada 30 Juni 2020 kemarin.
Perkara ini merupakan pengembangan dari tersangka sebelumnya. Yakni Herry Nurhayat selaku mantan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bandung; Tomtom Dabbul Qomard dan Kadar Slamet selaku anggota DPRD Kota Bandung periode 2009-2014.
Pada 2011 lalu, Walikota Bandung, Dada Rosada menetapkan lokasi dan usulan kebutuhan anggaran pengadaan tanah untuk RTH Kota Bandung tahun 2012 sebesar Rp 15 miliar untuk 10 ribu meter persegi.
Dalam rapat pembahasan anggaran dengan Badan Anggaran DPRD Kota Bandung, KPK menduga adanya anggota DPRD meminta penambahan anggaran dengan alasan adanya penambahan lokasi untuk pengadaan RTH. Besar penambahannya dari semula Rp 15 miliar menjadi Rp 57,21 miliar untuk APBD Murni tahun 2012.
Penambahan anggaran tersebut diduga dilakukan karena lokasi lahan yang akan dibebaskan adalah lokasi yang sudah disiapkan dan terlebih dahulu dibeli dari warga sebagai pemilik tanah. Upaya ini diduga dilakukan supaya beberapa pihak memperoleh keuntungan.
Dalam proses pembelian tanah ini, Pemkot Bandung tidak membeli langsung dari pemilik tanah, melainkan dari makelar tanah. Yakni Kadar Slamet dan Dadang Suganda yang memanfaatkan kedekatannya dengan Sekretaris Daerah (Sekda) Pemkot Bandung.
Pada pemilik tanah dibuatkan surat kuasa menjual dari pemilik tanah kepada para makelar agar pihak Pemkot Bandung terlihat tidak tahu bahwa transaksi tanah tersebut adalah melalui makelar tanah.
Dalam beberapa pertemuan, Dadang mengajukan keinginannya mengikuti pengadaan RTH dan disambut oleh pihak Sekda Pemkot Bandung yang mempersilakan Dadang untuk ikut menawarkan tanahnya.
Selain itu, KPK menduga Dadang membeli tanah langsung dari pemilik atau ahli waris dengan harga dibawah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan menjualnya kembali kepada Pemkot Bandung dengan harga 3-4 kali lebih tinggi.
Dadang membeli sebanyak 50 bidang tanah yang berada di Kecamatan Cibiru. Namun, sebagian besar tanah milik Dadang tersebut dibeli oleh Pemkot Bandung yang mana lokasinya berada di luar Surat Keputusan Walikota Bandung tentang persetujuan penetapan lokasi pengadaan tanah untuk pembangunan RTH.
Dari pembelian tanah itu, Pemkot Bandung telah membayar Rp 43,64 miliar. Sedangkan uang yang dibayar ke pemilik tanah oleh Dadang hanya sebesar Rp 13,45 miliar.
Sehingga, terdapat selisih pembayaran antara yang yang diterima Dadang dari Pemkot Bandung dengan pembayaran kepada pemilik atau ahli waris tanah sebesar Rp 30,18 miliar.
KPK menduga adanya markup dalam proyek RTH Pemkot Bandung ini. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sendiri juga telah menyampaikan hasil audit kerugian keuangan negara dalam proyek tersebut.