Ketua Aliansi Rakyat Anti Korupsi Indonesia (ARAKSI), Alfred Baun mengatakan, kasus dugaan korupsi tersebut telah menetapkan 9 orang sebagai tersangka. Bahkan, menurut perhitungan BPKP kerugian negara ditaksir senilai Rp 4,9 miliar.
"Karena kasus itu P19 sudah tiga kali, tetapi tak kunjung selesai, tidak sampai di P21. Dan permintaan kami itu disetujui oleh KPK untuk mengambil alih kasus ini," ujar Alfred kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (19/8).
Alfred menambahkan, pihak Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda NTT pun telah menyetujui agar kasus dugaan korupsi bawang merah di Kabupaten Malaka diambil alih KPK. Karena, kasus tersebut tak kunjung naik ke persidangan.
"Ditreskrimsus Polda NTT juga sudah sepakat dengan ARAKSI, (kasus) diambil alih oleh KPK," kata Alfred.
Selain itu, menurut Alfred, pihak Polda NTT melalui Mabes Polri juga akan mengirimkan surat ke KPK terkait pengambilalihan perkara. Hal ini dilakukan agar tak ada
cawe-cawe dalam penanganan kasus tersebut.
"Karena kami melihat bahwa kasus itu sudah sangat bertele-tele. Bahkan ada informasi agar kasus ini di-SP3," ungkap Alfred.
Selain perkara tersebut, Alfred juga meminta KPK mengambil alih kasus dugaan penyelewengan anggaran senilai Rp 47,5 miliar yang juga tengah ditangani Polda NTT. Anggaran itu bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Kabupaten Timor Tengah Utara Tahun Anggaran (TA) 2007.
"Anggaran tersebut diduga telah diselewengkan karena tidak diprogramkan atau digunakan berdasarkan mekanisme penggunaan keuangan negara sebagaimana perintah UU," terang Alfred.
Tak hanya itu, Alfred berharap KPK ikut mengambil alih kasus dugaan penyelewengan APBD Kabupaten Malaka TA 2016 senilai Rp 4,5 miliar yang ditangani Kejaksaan Tinggi NTT. Uang miliaran rupiah itu digunakan untuk membangun rumah jabatan Bupati Kabupaten Malaka.
"Diduga terjadi pemborosan anggaran untuk menguntungkan Bupati Malaka," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: