Pembekuan rekening perusaÂhaan milik Fahmi Darmawansyah itu untuk kepentingan penyÂidikan.
"Ya untuk memudahkan penÂelusuran keuntungan perusahaan atas tindak pidana penyuapan proyek di Bakamla," kata juru bicara KPK Febri Diansyah.
Fahmi menggunakan bendÂera PTMerial Esa (ME) dan PT Melati Technofo Indonesia (MTI) untuk menggarap proyek di Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Suami Inneke Koesherawati itu menggelontorkan uang untuk menggolkan anggaran kedua proyek masuk APBN Perubahan 2016.
PTME menggarap proyek drone Rp 571 miliar. Sedangkan PTMTI proyek satellite moniÂtoring Rp 400 miliar.
"KPK menduga PTME menggunakan bendera PTMTI yang mengerjakan proyek satÂellite monitoring di Bakamla. Sehingga keuntungan yang tidak semestinya yang didapatkan korporasi akan kami upayakan semaksimal mungkin dikemÂbalikan kepada negara," kata Febri.
Ia tak menyebutkan apakah dana Rp 60 miliar yang dibekuÂkan itu merupakan keuntungan dari proyek Bakamla. "Nanti (jumlah keuntungan) itu seÂdang diperhitungkan. Diaudit lebih dulu oleh tim penyidik. Sementara kita bekukan Rp 60 miliar dulu," tandas Febri.
Dari penelusuran KPK, dana untuk menyuap pejabat Bakamla hingga anggota Badan Anggaran DPR, berasal dari PTME. Perusahaan itu ikut ditetapkan sebagai tersangka.
"PTME yang diduga secara bersama-sama atau membantu memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara terkait dengan proses pembahasan dan Pengesahan RKA-K/L dalam APBN-P Tahun Anggaran 2016 yang akan diberÂikan kepada Bakamla RI," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam keterangan pers 1 Maret silam.
Penetapan tersangka korporasi ini merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 14 Desember 2016.
Saat itu, lembaga antirasuah menciduk Deputi Informasi Hukum dan Kerjasama merangÂkap Pelaksana Tugas Sekretaris Utama Bakamla, Eko Susilo Hadi; Fahmi Darmawansyah serta dua anak buahnya: Hardy Stefanus dan M Adami Okta. Mereka kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
KPK kemudian mengemÂbangkan penyidikan. Hasilnya, Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Nofel Hasan ikut jadi tersangka. Menyusul angÂgota Komisi I sekaligus anggota Badan Anggaran DPR Fayakhun Andriadi
Pada Desember 2018, KPK menetapkan satu tersangka kaÂsus ini. Yakni Erwin S Arief, Managing Director Rohde & Schwarz Indonesia. Perusahaan ini vendor proyek satellite moniÂtoring dan drone.
"Dalam proses terjadinya pemberian suap ini diduga diÂlakukan oleh orang-orang berÂdasarkan hubungan kerja atauÂpun hubungan lain di PTME yang bertindak dalam lingkunÂgan korporasi," kata Alexander.
PTME dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 56 KUHP.
Alexander berharap proses hukum terhadap korporasi ini diÂharapkan dapat menjadi pembeÂlajaran bagi perusahaan lainnya agar dapat menjalankan bisnis secara sehat.
"Dengan prinsip-prinsip good corporate governance, seperti membuat kebijakan internal perusahaan untuk tidak memÂberikan suap ataupun gratifikasi terhadap penyelenggara negara," harapnya.
Selain itu agar korporasi melakukan pengawasan ketat terharap internalnya tidak melakukan korupsi.
Sebelumnya, ada sejumlah korporasi yang juga tetapkan ditetapkan sebagai tersangka. Yakni PT Duta Graha Indah (DGI) yang kini bernama PT Nusa Konstruksi Enjinering (NKE); PT Nindya Karya; PT Tuah Sejati dan PT Tradha. ***
BERITA TERKAIT: