Pemohon praperadilan menilai penghentian kasus tersebut oleh Polda Metro Jaya janggal.
"Pelapor dan pihak luar, seperti ahli tidak diundang. Artinya, SP3 ini sangat mendadak sekali. Tanpa prinsip transparansi dan akuntabilitas," kata pengacara PT SOGSI, Iming Tesalonika, dalam keterangan yang diterima redaksi, Jumat (23/11).
Kasus bermula saat Samir sebagai Country Manager PT SOGSI di Indonesia melakukan tindakan mengambil uang perusahaan 65 ribu dolar AS atau setara Rp 1 miliar. Samir menyebutnya untuk mengurus pajak. Pengambilan uang dilakukan sekitar tahun 2010.
"Ini perusahaan Prancis ya, dia (Samir Abbes) ditunjuk Country Manager atau memimpin di Indonesia," kata Iming.
Uang diklaim Samir untuk mengurus persoalan pajak tapi tidak jelas untuk urusan pajak apa karena tidak ada bukti setor pajak ke KPP. Dalam catatan pembukuan internal ditulis dana itu untuk konsultan pajak tapi celakanya sama sekali tidak ada jasa konsultasi pajak yang diterima PT SOGSI.
"Investor asing manapun tentu menginginkan pembayaran dilakukan sesuai dengan prosedur. Namun, dia (Samir Abbes) justru bertindak sepihak menginginkan penghematan yang kemudian mengurus pajak melalui seorang oknum. Pengakuannya pada kantor pusat Paris, kalau bayar pajak sesuai prosedur akan mahal," papar Iming.
Pembayaran pengurusan pajak tanpa nota atau tanda terima. Iming menceritakan manajer keuangan perusahaan mengetahui seorang oknum pajak yang mengasuh perusahaan bertemu secara personal di kamar ruang kerja Samir, beberapa hari setelah penarikan tunai 65 ribu dolar oleh Samir.
"Apakah dibayarkan semuanya ke oknum kantor pajak untuk mengurangi pajak alias menyuap atau malah hanya 1/5 atau 1/10 saja, manajer keuangan Erlina tidak mengetahui. Karena seringnya penarikan tunai dengan alasan suap ke oknum KPP, kantor pusat kemudian memecat dia tahun 2014 dan melaporkannya ke Polda Metro Jaya," tukas Iming.
[dem]