Terdakwa kasus suap PLTU Riau-1 Johannes Kotjo mengaku ada permintaan uang sebesar 400 ribu dolar Singapura atau setara dengan Rp 2 miliar oleh mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih.
Berdasarkan pengakuan Eni, kata Kotjo, permintaan uang tersebut sesuai arahan dari mantan Sekjen Golkar Idrus Marham.
Untuk menguatkan bukti pengakuan Kotjo, Jaksa KPK menampilkan percakapan Eni dengan Kotjo dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (15/11).
"Tadi Bang Idrus minta saya hubungi Pak Kotjo, Bang Idrus butuh bapak hari ini untuk konsolidasi katanya buat ongkos DPD I," ucap jaksa KPK Ronal Worontika membacakan pesan dari Eni.
"Kapan jam berapa," timpal Kotjo dalam percakapannya.
"Malam ini ada pertemuan di Sultan, jadi sore ini sudah siap, kasih 10 ribu per DPD I, kalau bisa sore ini 400 ribu dolar Singapura," kata Eni kepada Kotjo.
Kotjo pun tidak langsung mengindahkan permintaan Eni, sebab menurutnya secara mendadak Eni meminta uang untuk keperluan Munaslub Golkar.
Kepada Jaksa KPK, Kotjo menyebut Munaslub yang digelar Golkar saat itu diperuntukan untuk mencari pengganti Setya Novanto.
"Jadi kalo nggak salah waktu itu mau menjadi ketum yang baru, Pak Setya Novanto kan sudah ditahan KPK," jelas Kotjo.
Dalam kasus PLTU Riau-1, KPK telah menetapkan tiga tersangka. Mereka adalah Eni Maulani Saragih, Mantan Menteri Sosial RI, Idrus Marham dan Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemilik saham Blackgold yang merupakan konsorsium proyek PLTU Riau-1.
Johannes Kotjo disangkakan telah memberikan suap sebesar Rp4,5 miliar kepada Eni. Suap tersebut diberikan sebagai jatah memenangkan proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Adapun peran Idrus diduga terlibat dalam suksesi kontrak jual beli tenaga listrik atau Power Purchase Agreement PLTU Riau-1 kepada pihak konsorsium. Imbalannya, Idrus diduga menerima jatah sebesar 1,5 juta dolar AS dari Johannes Kotjo.
[jto]
BERITA TERKAIT: