Warga Jalan Karya Lingkungan I, Kelurahan Tanjung Balai Kota I, Kecamatan Tanjung Balai Selatan, Kota Tanjung Balai, Sumut itu divonis 1,8 tahun penjara. Meliana protes volume suara azan yang berkumandang di lingkungannya.
Direktur Eksekutif Maarif Institute, M. Abdullah Darraz mengaku prihatin atas putusan tersebut, dan menilai pengadilan kurang memahami isu HAM.
"Menguatkan dugaan kurangnya pemahaman hakim dan jaksa atas isu-isu HAM yang berkembang, terlebih penggunaan rujukan UU PNPS 1965 tentang penodaan agama yang sarat akan peluang pelanggaran HAM," kata Darraz dalam keterangan tertulis Jumat (24/8).
Namun demikian, lanjut Darraz, putusan tersebut harus dihormati semua elemen masyarakat.
Adapun bentuk dorongan yang perlu diberikan pada Meliana adalah mendukung upaya banding yang bakal dilakukan pihak Meliana di pengadilan tinggi nanti.
"Mengajak masyarakat untuk memberikan dukungan moril kepada Meiliana dan tim pembela untuk dapat memperjuangkan keadilan melalui mekanisme banding dan kasasi. Dukungan publik sangat penting bagi pencarian keadilan Meiliana," imbuh Darraz.
[rus]