Pengawasan OJK Dinilai Terlalu Longgar

Dirut BPR Di Bali Sukses Tilep Duit Rp 24,225 Miliar

Kamis, 26 April 2018, 08:07 WIB
Pengawasan OJK Dinilai Terlalu Longgar
Foto/Net
rmol news logo Aksi curang kembali mewar­nai bank perkreditan rakyat (BPR). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja mengungkap tindak pidana perbankan yang dilakukan Direktur Utama BPR KS Bali Agung Sedana (BAS) berinisial NS, terkait pemberian kredit kepada 54 debitur dengan nilai Rp 24,225 miliar yang tidak sesuai prosedur.

Tindakan fraud tersebut tentu sangat merugikan nasabah. Bun­tutnya, pengawasan terhadap BPR dituding terlalu longgar, sehingga kecurangan demi ke­curangan kerap terjadi.

"Pengawasan yang dilakukan OJK masih terlihat lemah. Buk­tinya masih ada kecolongan yang dilakukan Dirut BPR. Yang kerap kali terjadi adalah, terkait ambur­adulnya sistem manajemen yang ada di BPR," tutur pengamat per­bankan dari Universitas Gadjah Mada Paul Sutaryono kepada Rakyat Merdeka.

Ia menilai banyak persoalan yang harus dibenahi di tubuh BPR. Mulai dari manajemen hingga masalah yang terkait sumber daya manusianya. Na­mun sebenarnya, sambung Paul, dengan adanya fit and proper test, sedikit banyak bisa memperbaiki kualitas manajemen BPR.

Permasalahan lainnya, ada­lah jumlah BPR yang sangat banyak, sehingga menyulitkan OJK untuk mengawasinya. Sebut saja 10 tahun lalu jumlah BPR pernah mencapai 1.700, tapi kini jumlahnya menyusut menjadi 1.621 BPR yang terse­bar di Indonesia.

Tidak cukup di situ, Paul membeberkan ada titik lemah BPR lainnya. Pertama, soal modal yang perlu ditingkatkan karena banyak BPR bermodal kecil. Kedua, kemampuan mana­jemen yang dirasa perlu terus ditingkatkan.

"Ketiga, bagaimana gover­nance yang lemah, sehingga masih sering terjadi conflict of interest yang mengakibatkan kebangkrutan. Empat, teknologi informasi yang belum memadai dan terakhir soal kebijakan pe­merintah yang tidak mendukung BPR,"  paparnya.

Kasus fraud yang melibatkan Dirut BPR KS BAS, kata Paul, memang sangat disayangkan ter­jadi. Untuk itu, ia meminta, agar pengawasan lembaga otoritas lebih ketat dan menyeluruh.

Kepala Departemen Penyidi­kan Sektor Jasa Keuangan OJK Rokhmad Sunanto menjelaskan, pengungkapan kasus ini berawal dari temuan saat OJK melakukan pengawasan terhadap kegiatan BPR KS BAS.

"Kemudian ditindaklanjuti oleh Satuan Kerja Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJK, dan diteruskan menjadi proses hu­kum untuk ditindak kepolisian," tuturnya dalam keterangan resmi yang diterima Rakyat Merdeka.

Rokhmad membeberkan, mo­dus operandi yang dilakukan NS, sebagai Direktur Utama sekali­gus sebagai Pemegang Saham BPR KS BAS adalah, dengan memerintahkan pegawai BPR memproses pemberian kredit kepada 54 debitur, dengan total nilai sebesar Rp 24,225 miliar pada periode Maret 2014 sampai dengan Desember 2014.

Namun kata Rokhmad, prosesnya tidak sesuai dengan prosedur. Sehingga menyebabkan pencatatan palsu, dan tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan, untuk memas­tikan ketaatan bank terhadap ketentuan perbankan.

"Dalam kasus ini, pelaku NS bekerja sama dengan JAL (Dirut atau pemilik PT IHS pe­nyalur tenaga kerja) yang saat ini sedang dilakukan penyidi­kan oleh Penyidik Polda Bali," terangnya.

Saat ini sejumlah tindakan penyidikan yang telah dilakukan OJK terkait kasus ini antara lain, memeriksa 25 orang saksi ter­masuk pegawai BPR KS BAS, notaris, debitor, pemilik dan staf perusahaan penyalur Tenaga Kerja Indonesia ke Jepang.

Selain itu, memeriksa dua orang ahli dari internal OJK dan dari Fakultas Hukum Universi­tas Udayana Bali, memeriksa tersangka, melakukan penyitaan barang bukti berupa dokumen kredit dan kelengkapannya dengan penetapan penyitaan dari Pengadilan Negeri Denpasar Bali. Serta menyerahkan berkas perkara kepada Jaksa Penuntut Umum dan menyerahkan ter­sangka dan barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA