Masalah Yang Sudah Clear Tak Akan Diungkit

Ihwal BLBI, Pemerintah Dapat Dukungan

Kamis, 01 Maret 2018, 10:53 WIB
Masalah Yang Sudah Clear Tak Akan Diungkit
Foto/Net
rmol news logo Keputusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa KPK menjadi bagian dari eksekutif memberikan angin segar sekaligus memberikan kepastian dan penguatan, bahwa apa yang telah diputuskan oleh Pemerintahan selama ini, tidak bisa dimentahkan atau diungkit-ungkit lagi.

 Dalam perkara BLBI, mestinya, sudah tutup buku. Sejak lama sekali, masalah ini dinyatakan selesai. Telah melalui proses politik, mendapatkan Ketetapan MPR dan Instruksi Presiden tahun 2002, atau di masa pemerintahan Megawati. Sehingga, dengan landasan hukum yang begitu kuat, Pemerintah dan aparat hukumnya, didukung agar tidak melanjutkan kasus-kasus yang sebetulnya telah clear dan jelas kepastian hukumnya.

BLBI atau Bantuan Likuiditas Bank Indonesia adalah salah satu kebijakan yang diambil pemerintah, 20 tahun lalu. Bantuan ini diberikan kepada sejumlah pemilik bank, terkait krisis ekonomi di tahun 1998. Menurut Pakar Hukum Otto Hasibuan, sesuai audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 30 November 2006, dan telah disampaikan kepada DPR RI, disebutkan bahwa SKL atau Surat Keterangan Lunas layak diberikan kepada debitur yang telah menyelesaikan kewajibannya. Bahkan, audit BPK juga tidak menemukan kerugian negara atas perkara tersebut.

Otto yang juga Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) mengingatkan, sikap pemerintah selama ini konsisten dan memberikan kepastian hukum dalam perkara BLBI. Saat Rapat Paripurna DPR RI, 12 Februari 2008, Menteri Keuangan dan Menko Perekonomian saat itu, menyebut bahwa seluruh proses penyelidikan, penindakan dan atau penuntutan oleh instansi penegak hukum atas kasus BLBI telah dihentikan.

Di hadapan sidang paripurna DPR, kedua menteri kompak menjelaskan bahwa rangkaian kebijakan untuk mengatasi krisis 1998, termasuk BLBI dan program PKPS (Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham) telah mendapatkan landasan hukum yang sah. Antara lain, UU Nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas), Ketetapan MPR No X/2001, Ketetapan MPR No VI/2002 dan Instruksi Presiden 8/2002. Sebagai wakil pemerintah, kedua menteri saat itu menegaskan bahwa pemerintah akan konsisten melaksanakan kebijakan tersebut, termasuk pelaksanaan Inpresnya, yaitu pemberian kepastian hukum dengan penghentian aspek pidana terhadap debitur yang telah menyelesaikan kewajibannya.

Kini, Otto menyambut baik keputusan Mahkamah Konstitusi yang dibacakan pada Kamis, 8 Februari 2018, bahwa KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi adalah bagian dari eksekutif.

"Karenanya, untuk menjamin kepastian hukum, pemerintah saat ini sebaiknya menghormati kebijakan dan keputusan yang telah sah tersebut,"  papar Otto.

Dalam amar putusannya, MK menilai bahwa secara tugas dan fungsi, maka Kepolisian, Kejaksaan dan KPK merupakan lembaga yang berada di ranah eksekutif. "Posisinya yang berada di ranah eksekutif, tidak berarti membuat KPK tidak independen dan terbebas dari pengaruh manapun,"  jelas Hakim Konstitusi Manahan Sitompul, saat membacakan keputusan. Dengan putusan tersebut, Mahkamah menyatakan bahwa DPR mempunyai hak untuk meminta pertanggungjawaban kepada KPK, sama seperti KPK yang memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab kepada publik.

Untuk diketahi bahwa saat ini, KPK tengah membuka kembali perkara BLBI. Padahal, menurut Otto, sudah pernah, di tahun 2008, dengan gamblang dinyatakan Menteri Keuangan & Menko Perekonomian yang bicara atas nama Pemerintahan saat itu, di hadapan paripurna DPR, bahwa seluruh proses penyelidikan, penindakan dan atau penuntutan oleh instansi penegak hukum atas perkara BLBI dihentikan.

Guru Besar Universitas Padjadjaran Bandung Prof Pantja Astawa mengingatkan, audit BPK bersifat final dan mengikat. Sehingga, hasil audit BPK tertanggal 30 November 2006, sebaiknya dihormati dan tidak diabaikan. Pantja Astawa yang juga anggota Majelis Kehormatan Kode Etik BPK mengaku heran, mengapa BPK mengaudit perkara BLBI hingga lima kali.

"Sebetulnya, persoalan ini sudah clear. Tahun 2006, BPK merilis Laporan Hasil Pemeriksaan dan dinyatakan tidak ada kerugian negara," katanya, belum lama ini. Apabila audit yang sudah final ini kembali diaudit, dia kuatir ada penilaian pengabaian mandat atas hasil kerja BPK. Ini bisa beakibat pada hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi BPK.

Karenanya Otto Hasibuan sangat mendukung agar pemerintah dan aparat hukumnya, saat ini, tetap pada komitmen untuk tidak melanjutkan kasus-kasus yang telah clear. Sesuai aturan payung hukum dan demi tegaknya kepastian hukum, kasus BLBI sebaiknya tidak diutak-atik kembali. Pengacara senior itu menambahkan, kebijakan BLBI 20 tahun lalu, amat penting bagi Indonesia saat itu. Tanpa kebijakan itu, Indonesia bisa terkena krisis yang lebih dalam. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA