Mereka mendesak pengunduran diri Arief Hidayat sebagai hakim sekaligus ketua MK.
Wakil Direktur MAK Ahmad Fanani menjelaskan, kedatangan pihaknya setidaknya terkait dua hal, pertama untuk mendesak Arief Hidayat agar segera mundur dan untuk meminta klarifikasi MK terkait peneliti MK Abdul Ghofar yang dibebastugaskan setelah menyampaikan kritik melalui tulisannya di media massa.
Menurutnya, sejatinya Arief telah kehilangan legitimasi moral etik sebagai hakim MK setelah dua kali dijatuhi sanksi etik.
"Hakim itu dipanggil dengan sebutan yang mulia. Menerbitkan ketebelece, melakukan lobi politik itu jelas jauh dari sikap mulia. Sebagai hakim konstitusi mestinya Arief bisa menunjukkan keteladanan sikap yang anggun tapi ia justru mengkerdilkan diri dan jabatanya dengan melakukan pelanggaran etik secara berulang. Oleh karena itu, ia terang telah kehilangan legitimasi moral etik sebagai hakim MK. Secara etik, Hakim Arief tak lagi patut menghakimi," papar Fanani di Gedung MK, Jakarta, Selasa (6/2).
Menurutnya, di mata publik, sikap Arief sangat jauh dari kesan legowo. Arief justru terkesan resisten, anti kritik, dan berupaya mempertahankan jabatannya dengan segala cara. Fanani menambahkan, jika betul legowo, mestinya Arief meneladani sikap Hakim Arsyad Sanusi. Sebagaimana diketahui, Arsyad Sanusi adalah hakim MK periode sebelum Arief yang mundur lantaran divonis telah melakukan pelanggaran etik ringan.
"Mestinya Arief meneladani Arsyad Sanusi, mereka sama-sama divonis melakukan pelanggaran etik ringan. Yang membedakan adalah kualitas moral etik keduanya. Arsyad mengundurkan diri secara ksatria, sementara Arief terlampau sayang jabatannya. Demi memulihkan marwah MK, kami menyeru Pak Arief bersikaplah arif dan bijaksana," jelasnya.
Sebagaimana diketahui, Arief Hidayat telah dua kali dijatuhi sanksi etik karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik hakim konstitusi. Pertama, Arief terbukti menerbitkan ketebelece untuk kerabatnya yang bekerja di Pengadilan Negeri Trenggalek. Kedua, terbukti bertemu dengan beberapa anggota dewan terkait lobi politik untuk memperpanjang jabatannya.
Adapun, koalisi sendiri terdiri atas Madrasah Anti Korupsi (MAK), Indonesia Corruption Watch, Transparancy International Indonesia, Perludem, Kode Insiatif, dan Kemitraan/Partnership for Government Reform.
[wah]
BERITA TERKAIT: