"Kami berkomitmen akan menindaklanjuti temuan Ombudsman ini. Saya juga sudah menyampaikan kepasa seluruh Irwasda untuk melakukan pengawasan kepada semua pelayanan publik, bukan hanya SKCK," tegas Putut di kantor Ombudsman RI, Kuningan, Jakarta, Senin (27/11).
Dia menekankan, untuk penerbitan SKCK diperlukan kehati-hatian, pasalnya dokumen resmi kepolisian ini berisi catatan seseorang apakah pernah melakukan tindak pidana dan pelanggaran hukum lainya yang diperlukan oleh instansi lain sehingga SKCK ini dokumen legal.
"Anggota yang bertanggung jawab mengeluarkan SKCK harus teliti, jangan sampai dia mengeluarkan SKCK ternyata pernah melakukan tindak pidana, jangan minta cepat nanti salah," ujar Putut.
Terkait adanya temuan Ombudsman dalam pelayanan penerbitan SKCK seperti permintaan uang untuk lembar legalisir SKCK yang sudah jadi, kemudian untuk mengurus persyaratan hingga biaya untuk map diluar biaya resmi, mantan Kapolda Metro Jaya ini tidak akan segan menjatuhkan sanski kepada anggota yang terbukti melakukan tindak penyimpangan.
"Sanski macam-macam, mulai dari sanksi kode etik dan disiplin, termasuk pidana jika terbukti melakukan pungutan liar," tekan Putut.
Dalam temuan Ombudsman RI terkait penerbitan SKCK masih adanya maladminitrasi seperti permintaan uang, dimana pemohon masih diminta biaya lain diluar ketentuan PNPB sebesar Rp 30 ribu.
Sementara, dari sisi penyimpangan prosedur ditemukan masih adanya petugas yang meminta agar KTP dan KK dilegalisir terlebih dahulu di Dukcapil, kemudian tidak ada kepastian jam buka loket layanan sesuai ketentuan.
"Kami menginvestigasi di enam Polda termasuk Polres dan Polsek dengan metode investigasi tertutup dan wawancara terbuka," kata Anggota Ombudsman RI Adrianus Melia, di tempat yang sama.
[rus]
BERITA TERKAIT: