Misalnya saja keterangan Nazaruddin yang menyatakan ada pembagian uang di ruang kerja Mustokoweni. Bahkan, dia mengklaim melihat langsung pemberian uang dari Mustokoweni ke Ganjar Pranowo pada September-Oktober 2010. Padahal, Mustokoweni sudah meninggal dunia pada 18 Juni 2010 atau tiga bulan sebelumnya.
"Kalau dia (Nazaruddin) ternyata keterangannya tidak konsisten dan 'orang mati' (Moestokoweni) pun masih dianggapnya hidup, dia bisa dijerat kesaksian palsu," kata Gurubesar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Prof Mudzakir, Selasa malam (21/11).
Menurut Mudzakir, kesaksian tidak jelas yang digunakan sebagai alat bukti untuk memidanakan orang lain sangatlah berbahaya.
"Berbahaya itu memberikan keterangan palsu dan membuat orang masuk penjara dan tersangka," ujar sang profesor ini.
Mudzakir meminta KPK untuk tidak telalu mudah percaya dengan kesaksian Nazarrudin tanpa ada alat bukti yang jelas. Menurutnya, status Nazaruddin sebagai justice collaborator (JC) membuat semua kesaksiannya seolah-seolah paling benar. Padahal, seorang JC mempunyai kepentingan hukum saat memberikan kesaksian.
"Hati-hati dengan
justice collaborator. Jangan selalu mengagungkan
justice collaborator karena
justice collaborator juga bisa memberikan keterangan tidak benar. Semua kesaksian Nazaruddin harus bisa dibuktikan. Jika tidak benar lebih baik Nazaruddin di-
cut dan dijerat memberikan keterangan palsu," demikian Muzakir.
[wid]
BERITA TERKAIT: