Negara Perlu Siapkan Dana Abadi Korban Terorisme

Selasa, 12 September 2017, 10:12 WIB
Negara Perlu Siapkan Dana Abadi Korban Terorisme
Foto/Net
rmol news logo Koalisi Perlindungan Saksi dan Korban menagih tanggung jawab negara untuk menga­lokasikan lebih banyak anggaran bagi korban terorisme. Anggaran itu bisa berbentuk dana abadi yang dikelola lembaga khusus yang menangani pemenuhan hak korban terorisme.

Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Wahyu Wagiman me­nyebutkan, negara seharusnya sudah memikirkan penyiapan dana abadi bagi korban teror­isme yang tidak sulit diakses.

"Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) harusnyabisa menjadi pelopor dan menginisiasi dana abadi karena hal seperti ini belum ada di Indonesia, beda dengan beberapa negara lain," ujarnya di Jakarta.

Pihaknya mengkritik praktik yang berlansung saat ini, di­mana alokasi anggaran untuk program deradikalisasi lebih besar. Sebaliknya, alokasi ang­garan untuk korban terorisme minim dan tak kunjung ada kemajuan.

"Koalisi mendesak pemerin­tah dan DPR untuk mendorong lembaga seperti LPSK agar melayani korban lebih maksi­mal, baik administrasi maupun anggaran," katanya.

Wahyu menyebutkan ada beberapa catatan dalam pemenu­han hak korban terorisme. Salah satunya, masalah kompensasi yang harus melewati pengadilan. Namun, terkadang penuntut umum lupa memasukkannya ke dalam tuntutan. Catatan lain­nya adalah masalah bantuan baik medis, psikologis maupun psikososial.

Jika berkaca pada beberapa kasus terorisme, seperti Bom Bali I dan II, masih banyak kor­ban yang harus berobat sendiri dan tidak dibiayai negara. Hal ini menjadi masalah bersama. "Karena itulah momen revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang dilakukan saat ini seharusnya dapat mengatasi situasi tersebut," imbuhnya.

Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai, mengakui, hingga saat ini anggaran LPSK terbilang cukup kecil dibandingkan lem­baga lain yang juga menangani permasalahan terorisme, dimana per tahunnya anggaran LPSK berkisar Rp75 miliar. "Jumlah anggaran bagi korban terorisme tersebut lebih kecil dari ang­garan untuk pencegahan dan penindakan,"  katanya.

Terkait pembahasan revisi UU Pemberantasan Terorisme, pihaknya berpendapat, tekanan tidak hanya ditujukan kepada pencegahan atau peninda­kan semata, melainkan juga terkait penanganan saksi dan korban. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA