Menurut Mulyana, saat itu Manajer Pemasaran PT DGI, Mohammad El Idris mendatanginya dan meminta PT Wijaya Karya mengikuti lelang proyek Wisma Atlet namun hanya sebatas formalitas.
Bahkan diakui Mulyana, saat mengikuti tender proyek Wisma Atlet, PT Wijaya Karya menggunakan dokumen yang telah disiapkan PT DGI. Sementara, pemenang lelang sudah ditentukan sejak awal, yakni dimenangkan oleh PT DGI.
"Pak El Idris minta dukungan. Dia didukung pihak yang mempunyai kekuatan untuk keputusan untuk memenangkan pihak tertentu," ujar Mulyana saat dihadirkan sebagai saksi terdakwa Dudung Purwadi di Pengadilan Tipikor Jakarta, jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (23/8).
Sejurus dengan Mulyana, mantan Manajer Teknik Divisi Konstruksi PT Nindya Karya Bambang Kristanto, PT Nindya Karya pernah ikut prakualifikasi dalam proyek wisma atlet.
Menurut Bambang PT Nindya Karya telah lolos dalam prakualifikasi dan diundang dalam proses lelang. Meski begitu, General Manager Divisi Konstruksi PT Nindya Karya Heru Sulaksono menghubunginya agar perusahaan tidak perlu ikut lelang karena bakal berujung kekalahan.
"Saya dipanggil General Manager Heru Sulaksono, diberitahu bahwa proyek ini diminta PT DGI. Kita diminta untuk bantu DGI, karena di belakang (PT DGI) ada orang kuat. Kalo pun ikut tender nggak akan menang," ujar Bambang.
Bambang melanjutkan setelah diberitahu atasannya itu, ada salah seorang pegawai PT DGI yang menghubunginya, dan meminta dukungan PT Nindya Karya dalam proyek di Palembang tersebut.
"Karena sudah ada pembicaraan antar pimpinan bahwa Nindya Karya dan DGI. Setelah diberi tahu Pak Heru," ujarnya.
Akhirnya, kata Bambang, PT Nindya Karya membantu PT DGI dengan hanya formalitas mengikuti proses tender proyek Wisma Atlet.
Pada proyek Wisma Atlet ini, PT DGI dalam surat dakwaan Dudung disebut mendapat keuntungan sebesar Rp 42,7 miliar.
Dudung lah yang disebut melakukan kesepakatan dan pengaturan dalam rangka memenangkan PT DGI sebagai pelaksana pekerjaan proyek pembangunan Wisma Atlet.
[san]
BERITA TERKAIT: