Tanoe Tak Mau Nyerah

Praperadilannya Ditolak

Selasa, 18 Juli 2017, 08:22 WIB
Tanoe Tak Mau Nyerah
Hary Tanoesoedibjo/Net
rmol news logo Gugatan praperadilan Hary Tanoesoedibjo atas penetapan tersangka kasus SMS ancaman terhadap Jaksa Yulianto, ditolak hakim. Status tersangka tetap disandangnya. Tapi, Tanoe tak mau menyerah.

Dalam sidang putusan di PN Jaksel, kemarin, Hakim tunggal Cepi Iskandar memutuskan menolak gugatan praperadilan yang diajukan Tanoe terhadap Bareskrim Polri. "Mengadili, dalam pokok perkara menolak permohonan praperadilan dari pemohon," ujar Hakim Cepi yang juga menolak eksepsi pihak Tanoe dan menyatakan penetapan tersangka terhadap telah sah.

Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan, kepolisian telah memiliki dua alat bukti yang sah untuk menetapkan bos MNC Grup itu, sebagai tersangka. Berdasarkan bukti-bukti yang diajukan kepolisian, prosedur penyelidikan dan penyidikan dalam kasus Tanoe telah sesuai ketentuan KUHAP dan Peraturan Kapolri.

"Termohon berdasarkan bukti-bukti tersebut dalam tugas penyelidikan dan penyidikan telah memenuhi tata prosedur yang ditentukan," tutur Hakim Cepi di Ruang Sidang Prof H Oemar Seno Adji.

Mengenai kesimpulan pihak Tanoe yang menyebutkan bahwa surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) terlambat diberikan, hakim tidak menemukan dalil dari pemohon tentang keberatan terhadap terlambatnya SPDP. Hal lain yang jadi pertimbangan, hakim tidak sependapat dengan pihak Tanoe yang menyatakan bahwa kasus ITE ditangani penyidik PPNS Kementerian Komunikasi dan Informatika. Polri juga memiliki kewenangan. "Sehingga alasan dari pemohon harus dikesampingkan," tegasnya.

Menanggapi putusan itu, kuasa hukum Tanoe, Munathsir Mustaman kecewa. Hakim Cepi dinilai tidak mempertimbangkan keterangan ahli dan bukti dalam persidangan. "Ya kalau putusan tadi ada beberapa tidak sesuai keinginan kita," keluhnya.

Menurutnya, SPDP kasus itu melanggar keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015 dimana polisi wajib menyampaikan SPDP pada terlapor, pelapor, dan pihak terkait selambat-lambatnya 40 hari setelah dikeluarkan Sprindik. "Padahal sudah sangat jelas di putusan MK bahwa SPDP harus diberikan kepada pihak terlapor, pihak terkait maksimal 7 hari," tuturnya.

Selain itu, pihak Tanoe juga menyayangkan keputusan hakim yang tidak mempertimbangkan keterangan ahli dalam persidangan dari kubunya yang menyebut SMS HT kepada Jaksa Yulianto tidak mengandung unsur pidana dan tidak bernada ancaman. "SMS ini harus dibuktikan dengan digital forensik ataukah dari nomer lain," ucap Munathsir.

Meski praperadilan ditolak, Tanoe tak diam saja. "Nanti kita tunggu salinan putusan dan koordinasi dengan Pak HT," tutupnya.

Sementara, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri akan segera merampungkan berkas perkara kasus SMS ancaman itu untuk menindaklanjuti putusan hakim.

Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Fadil Imran mengatakan, percepatan pemberkasan ini sengaja dilakukan pasca ditolaknya gugatan praperadilan Bos MNC Grup itu. "Saat ini kami fokus untuk melengkapi berkas perkara, agar segera tahap II," kata Fadil saat dihubungi.

Saat ini, penyidik masih menunggu hasil penelitian yang dilakukan jaksa terhadap berkas perkara Hary Tanoe. Pada 10 Juli 2017 lalu penyidik sudah menyerahkan berkas perkara tersebut atau tahap I ke Kejagung. "Penyidik menunggu hasil penelitian JPU," tandasnya.

Sekadar latar, Hary Tanoe ditetapkan tersangka kasus SMS kaleng yakni dugaan ancaman yang ditujukan kepada Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Yulianto, melalui pesan singkat. Tanoe dikenakan Pasal 29 UU Nomor 11/2008 tentang ITE jo Pasal 45B UU Nomor 19/2016 tentang Perubahan UU ITE Nomor 11/2008. Tak terima dijadikan tersangka, Tanoe mengajukan praperadilan atas kasusnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA