Bekas Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Bakamla sekaligus Plt Sekretaris utama Bakamla dan kuasa pemengang anggaran itu terbukti sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima suap Rp 2 miliar dari PT Melati Technofo Indonesia sebagai pemenang tender.
Pemberian uang untuk memenangkan PT Melati Technofo Indonesia yang dimiliki Fahmi Darmawansyah dalam pengadaan monitoring satelit. Anggaran proyek tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara perubahan (APBN-P) Tahun 2016.
"Kami menuntut agar majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," ujar jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kresno Anto Wibowo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (12/6).
Dalam pertimbangannya, jaksa menilai perbuatan Eko tidak mendukung program pemerintah yang sedang gencar memberantas korupsi.
Meski demikian, Eko mengakui kesalahan dan menyesali perbuatannya. Eko juga bersikap kooperatif selama proses persidangan, baik dalam perkara terhadap dirinya, maupun bagi terdakwa lainnya.
Selain itu, Eko telah menyerahkan uang yang ia terima kepada KPK. Jaksa KPK juga mempertimbangkan Eko yang masih memiliki tanggungan keluarga.
Dalam kasus ini, ada tiga pejabat Bakamla lainnya yang menerima uang terkait pengadaan monitoring satelit. Ketiganya adalah Bambang Udoyo, selaku Direktur Data dan Informasi pada Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerjasama Bakamla sebesar 105.000 dollar Singapura. Bambang juga merangkap sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK).
Selanjutnya, Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan sebesar 104.500 dollar Singapura, dan Tri Nanda Wicaksono selaku Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sestama Bakamla sebesar Rp 120 juta.
Atas perbuatan tersebut, Eko Susilo didakwa melanggar Pasal 12 huruf b UU 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
[wid]